Triatoma sp., mereka dikenal sebagai serangga penghisap darah yang menyebabkan penyakit Chagas. Penyakit ini sangat umum di negara Amerika dan warganya sering menyebut serangga ini sebagai “kissing bug”.
Kissing bug masuk ke dalam ordo Hemiptera dan famili Reduviidae. Beberapa genusnya adalah Rhodnius, Panstrongylus, Paratriatoma, Eratyrus, Belminus, dan Triatoma.
Triatoma rubrofasciata adalah spesies yang telah dilaporkan keberadaannya paling tersebar luas di dunia dan telah tercatat di negara Asia, termasuk Indonesia. Namun, kasus penyakit Chagas di Indonesia masih sangat jarang atau hampir tidak ada.
Meski begitu, penting untuk tetap waspada dan melakukan pengawasan terhadap serangga vektor serta berupaya mencegah penyebaran penyakit yang dapat ditularkan oleh mereka.
Artikel ini akan membahas mengenai Triatoma rubrofasciata, lengkap dengan penjelasan mengenai kemampuannya menyebarkan penyakit Chagas dan reaksi anafilaksis akibat gigitannya, serta cara mengendalikannya. Yuk simak uraian di bawah ini.
Karakteristik dari Triatoma rubrofasciata adalah mereka memiliki tubuh berbentuk oval dan pipih dengan bagian depan lebih sempit. Biasanya individu dewasa berukuran panjang sekitar 22-24 mm.
Serangga ini berwarna hitam atau coklat gelap yang memiliki pola merah terang atau oranye di tepi abdomennya. Pola ini biasanya berbentuk pita melintang di seluruh segmen perutnya.
Siklus hidup dari Triatoma dimulai dari telur, nimfa, hingga dewasa. Nimfa melewati lima instar atau tahap perkembangan sebelum mencapai bentuk dewasa.
Setiap instar nimfa memerlukan satu kali makan darah untuk berkembang ke tahap selanjutnya. Serangga ini teramati aktif mencari makan darah dari inangnya di malam hari dan di siang hari mereka cenderung tetap tersembunyi hingga hampir tidak bergerak di tempat-tempat gelap.
Serangga dewasa juga menghisap darah untuk keperluan reproduksi. Individu dewasa sudah memiliki sayap penuh yang memungkinkannya untuk terbang, meskipun mereka lebih sering bergerak berjalan.
Triatoma hanya hidup pada lingkungan yang rendah sanitasi dengan kelembaban 30-80% dan temperatur 24-28ºC. Di negara Vietnam, semua fase perkembangan serangga Triatoma banyak ditemukan di tempat penginapan. Selain itu, menurut literatur, mereka cenderung hidup di celah-celah dinding, atap rumah, atau tempat-tempat gelap dan tersembunyi lainnya.
Triatoma rubrofasciata mencari keberadaaan inang (misalnya manusia) dengan memanfaatkan beberapa sinyal, seperti aliran udara yang dapat membawa bau khas berasal dari inang, uap air yang dihasilkan dari pernapasan atau keringat inang, dan panas yang dipancarkan oleh tubuh inang.
Triatoma rubrofasciata dikenal sebagai vektor penyakit Chagas yang disebabkan oleh parasit Trypanosoma cruzi dan mampu menginfeksi manusia.
Proses infeksi diawali dengan serangga Triatoma yang menghisap darah dari inang reservoir, seperti hewan mamalia (anjing dan tikus). Penghisapan darah ini akan menyebabkan parasit T. cruzi yang berbentuk tripomastigot masuk ke dalam sistem pencernaan dari serangga vektor.
Di dalam sistem pencernaan serangga, parasit akan menjadi epimastigot dan berkembang biak hingga menjadi tripomastigot metasiklik yang siap dikeluarkan bersama fesesnya.
Parasit ini akan menginfeksi manusia ketika serangga memilih menghisap darah manusia. Proses menghisap darah dari serangga akan disertai dengan pembuangan feses yang mengandung parasit di sekitar luka gigitan.
Parasit dari fesesnya yang berbentuk tripomastigot metasiklik mampu masuk ke dalam sel dan berubah menjadi amastigot, lalu berkembang biak. Selanjutnya, mereka akan berubah menjadi tripomastigot dan keluar dari sel untuk masuk ke aliran darah manusia. Peristiwa ini akan mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf, jaringan otot, dan jantung, yang akhirnya menyebabkan kematian.
Penyakit Chagas adalah penyebab kecacatan ketiga terbesar akibat penyakit parasit, setelah malaria dan schistosomiasis. Pengobatan untuk penyakit ini sering kali sangat mahal, dan banyak penderita penyakit Chagas kehilangan pekerjaan serta mengalami kesulitan menemukan pekerjaan baru.
Perilaku menghisap darah dari serangga Triatoma dapat menimbulkan reaksi alergi terhadap kulit inangnya. Kasus tersebut telah dipaparkan di dalam literatur yang menjelaskan bahwa Triatoma menyebabkan reaksi alergi pada manusia yang teramati di negara Vietnam. Literatur menyebutkan banyaknya potensi penyakit pada manusia yang ditimbulkan melalui Triatoma disebabkan karena mereka hidup berdekatan dengan manusia, termasuk pada tempat tidur.
Pada umumnya, serangga Triatoma menggigit manusia di area lengan dan kaki. Berdasarkan literatur, gigitan dari Triatoma menimbulkan rasa sakit seperti sengatan kalajengking dan menyebabkan benjolan yang disertai rasa gatal paska gigitan.
Benjolan yang dihasilkan biasanya memiliki ukuran yang cukup besar, sebesar telur puyuh. Rasa gatal nya pun berlangsung cukup lama.
Reaksi kulit paska gigitan sudah banyak dilaporkan di negara Cina Selatan, Filipina dan Vietnam. Bahkan di negara Vietnam dilaporkan bahwa paska gigitan menimbulkan demam selama 1-2 hari.
Pengendalian serangga Triatoma rubrofasciata dapat dilakukan dengan memanfaatkan beberapa pestisida yang telah teruji efektifitasnya.
Benzene-hexachloride (BHC) telah diuji efektif mengendalikan semua tahap kehidupan dari serangga Triatoma.
Karbamat efektif melawan Triatoma pada dosis minimum, meskipun lebih mahal dan lebih toksik bagi vertebrata daripada BHC.
Pestisida organofosfat, seperti malathion dan fenitrothion juga dilaporkan efektif pada dosis rendah. Pestisida ini dapat membunuh telur dari Triatoma.
Kedatangan pestisida piretroid pada pertengahan 1970-an, termasuk deltamethrin, permethrin, dan cypermethrin, membawa harapan baru dengan efektivitas lebih tinggi pada dosis lebih rendah, degradasi molekul pestisida yang lebih cepat, dan toksisitas terhadap mamalia yang lebih rendah, meskipun dengan biaya lebih tinggi.
Piretroid generasi ketiga seperti lambda-cyhalothrin dan alpha-cypermethrin juga digunakan karena telah terbukti efektif.
Disamping penggunaan pestisida, menjaga kebersihan diri dan lingkungan juga merupakan tindakan efektif untuk menghindari serangga Triatoma sp. Serangga ini cenderung ditemukan di lingkungan yang kurang bersih, sehingga sangat penting untuk mengajak masyarakat, terutama mereka dengan tingkat perekonomian yang kurang mampu, untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat setiap hari.
Beberapa perilaku kebersihan yang dapat dilakukan meliputi mandi setidaknya dua kali sehari, rutin menyapu dan membersihkan rumah serta lingkungan sekitar, mengganti pakaian setiap hari, dan rajin mengganti sprei tempat tidur.
Nah, demikian ulasan singkat terkait serangga penyebab Penyakit Chagas. Semoga bermanfaat ya!
Author: Saila Rachma
Referensi
Bonadio, C. (2003). Triatoma infestans. Retrieved from https://animaldiversity.org/accounts/Triatoma_infestans/ (Accessed: July 31st, 2024).
CDC. (n.d.). DPDx - American Trypanosomiasis. Retrieved from https://www.cdc.gov/dpdx/trypanosomiasisAmerican/index.html (Accessed: August 2nd, 2024).
Guarneri, A., & Lorenzo, M. (2021). Triatominae – The Biology of Chagas Disease Vectors. Entomology in Focus, 5. https://doi.org/10.1007/978-3-030-64548-9.
iNaturalist. (2024). Triatoma rubrofasciata. Retrieved from https://www.inaturalist.org/taxa/359251-Triatoma-rubrofasciata (Accessed: August 2nd, 2024).
Novita, R. (2019). Potensi Triatoma sp. dalam Penyebaran Penyakit Tular Vektor Emerging di Indonesia. Vektora, 11(2): 131-138. Doi: 10.22435/vk.v11i2.1230.