Transformasi Agrikultur Melalui Internet Of Things : Membangun Pertanian Yang Lebih Efisien Dan Produktif

Transformasi Agrikultur Melalui Internet Of Things : Membangun Pertanian Yang Lebih Efisien Dan Produktif
27
Rabu, 27 Maret 2024

Penyakit dan hama tanaman merupakan ancaman serius bagi produksi pertanian dan keamanan pangan. Secara global, kerugian pertanian akibat penyakit tanaman dan hama serangga mencapai 20% - 40% dari hasil panen tanaman setiap tahunnya. Selain itu, dampak perubahan iklim global telah mengubah pola kejadian penyakit dan hama serangga pertanian, bahkan hingga ke wilayah yang sebelumnya tidak terpengaruh (Wang et al.,2024). Penggunaan pestisida umumnya digunakan untuk mengendalikan penyakit dan hama serangga dalam pertanian karena efektifitasnya yang tinggi dan cepat, yang memungkinkan produsen pertanian untuk meningkatkan hasil panen. Namun, penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menimbulkan masalah seperti polusi lingkungan dan residu pestisida yang dapat mengganggu kualitas dan keamanan produk pertanian, lingkungan ekologis, serta pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Oleh karena itu, alternatif untuk penggunaan pestisida dalam pertanian sangat dibutuhkan (Wang et al.,2024). Kebutuhan yang mendesak untuk mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman telah mendorong pengembangan solusi-solusi inovatif, salah satunya adalah pemanfaatan teknologi satau disebut sebagai integrasi Internet of Things (IoT) dalam pertanian (Wang et al.,2024).

Internet of Things (IoT) adalah suatu lingkungan di mana objek, hewan, atau manusia dilengkapi dengan teknologi khusus yang mampu mentransmisikan data melalui jaringan Internet tanpa memerlukan interaksi manusia-manusia atau manusia-komputer. IoT memiliki potensi besar dan telah membuat kemajuan yang besar di banyak bidang dengan mengembangkan banyak inovasi dan fokus pada pengembangan layanan Internet di masa depan. IoT telah membuka peluang untuk efisiensi dan inovasi di berbagai sektor, termasuk pertanian (Swami, 2022). Dalam konteks pertanian, teknologi IoT telah mengubah pendekatan dari statistik menjadi pendekatan kuantitatif. Artinya, informasi yang dikumpulkan dan digunakan untuk membuat keputusan dalam pertanian sekarang lebih terfokus pada data yang lebih langsung dan terukur, yang diperoleh secara real-time melalui sensor dan perangkat IoT yang terpasang di lapangan. Hal ini memungkinkan pemantauan yang lebih baik terhadap kondisi tanaman dan lingkungan pertanian secara keseluruhan (Swami, 2022).

Pemantauan penyakit tanaman dan pengelolaan hama serangga sebetulnya bergantung pada tiga aspek utama, yaitu pencatatan informasi, evaluasi kondisi, dan perlakuan yang diberikan. Untuk lebih memahami kondisi tanaman, diperlukan kunjungan ke lapangan secara teratur selama masa pertumbuhan tanaman. Sebagian besar waktu dalam pertanian (sekitar 70%) dihabiskan untuk memantau dan memahami kondisi tanaman daripada melakukan pekerjaan lapangan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, muncul kebutuhan akan pertanian pintar (smart agriculture) dengan adopsi teknologi IoT (Swami, 2022).

Gambar 1 Manfaat Penggunaan IoT (Shalimov, 2023)

Dengan adopsi teknologi IoT, petani dapat mengoptimalkan waktu dan tenaga mereka dengan memanfaatkan data yang lebih akurat dan responsif, sehingga meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian secara keseluruhan. Selain itu, data yang didapatkan dengan cepat dan akurat dapat mencegah keterlambatan dalam pengambilan keputusan dan memungkinkan tindakan pencegahan atau intervensi yang tepat waktu. Kemampuan IoT untuk memberikan konektivitas global di semua perangkat, meminimalisir kebutuhan tenaga kerja, akses yang lebih cepat, penghematan waktu, dan komunikasi yang efisien, menjadikan teknologi ini sebagai solusi yang sangat diharapkan dalam meningkatkan kinerja dan keberlanjutan pertanian di masa mendatang (Swami, 2022).

Gambar 2 Sistem pencegahan dan pengendalian penyakit tanaman dan hama serangga berbasis IoT (Wang et al.,2024).

Pada implementasi Internet of Things (IoT) dalam pertanian, biasanya digunakan kombinasi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Keduanya berperan penting dalam memungkinkan pengumpulan data, pemrosesan informasi, pengambilan keputusan, dan pengendalian operasi secara otomatis (Swami, 2022).

Beberapa software biasanya terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

  1. Aplikasi pemrosesan data yang igunakan untuk menganalisis data yang dikumpulkan oleh sensor dan menghasilkan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan.
  2. Algoritma kecerdasan buatan yang digunakan untuk mendeteksi pola atau anomali dalam data sensor, seperti serangan hama atau penyakit, dan memberikan rekomendasi untuk tindakan selanjutnya.
  3. Aplikasi pengendalian yang digunakan untuk mengontrol operasi peralatan pertanian berdasarkan informasi yang diterima dari sensor dan hasil analisis data.
  4. Sistem manajemen data yang digunakan untuk menyimpan, mengelola, dan mengakses data yang dikumpulkan oleh sensor untuk penggunaan sehari-hari dan analisis jangka panjang.

Contoh software yang telah dikembangkan diantaranya adalah (Swami, 2022):

  1. FarmBot, merupakan proyek yang berfokus pada menciptakan peralatan pertanian presisi otomatis berbasis sumber terbuka atau open source. FarmBot dapat digunakan untuk mengotomatiskan sejumlah tugas pertanian seperti penyemaian, penyiraman, dan pemupukan. Dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak terbuka, FarmBot memungkinkan petani untuk mengakses teknologi presisi dengan biaya yang lebih terjangkau.
  2. VillageTree, merupakan aplikasi manajemen hams yang menyediakan solusi cerdas dengan mengumpulkan laporan tingkat serangan hama dari para petani. Aplikasi ini menggunakan pendekatan crowdsourcing dan mengirimkan gambar bersama dengan informasi lokasi untuk memberi peringatan kepada petani lain yang mungkin terkena dampaknya.
  3. BioLeaf, merupakan aplikasi pemantauan kesehatan tanaman yang membantu memantau kondisi daun tanaman, seperti status foliar tanaman. Aplikasi ini dapat mendeteksi kerusakan pada daun yang disebabkan oleh serangga berdasarkan metode pengambilan gambar, menggunakan teknik segmentasi Otsu dan kurva Bezier untuk mengestimasi defoliasi dengan atau tanpa kerusakan tepi.
  4. AgroDecisor EFC, mrupakan aplikasi aplikasi pengelolaan penyakit tanaman yang membantu petani mengurangi penggunaan fungisida dengan memberikan penilaian untuk penggunaan fungisida yang tepat. Aplikasi ini menyajikan sistem penilaian berdasarkan cuaca, tekanan penyakit, dan faktor-faktor lainnya.

Perangkat keras (Hardware) yang digunakan merupakan komponen fisik dari sistem komputer atau perangkat elektronik yang dapat disentuh dan dilihat secara langsung. Contohnya adalah sensor, mikrokontroler, komputer mini, drone, robot, dan mesin fisik lainnya yang digunakan dalam proyek IoT. Sensor lapangan dapat mendukung lebih banyak fungsi pengumpulan data, seperti pengambilan sampel lingkungan, kesehatan tanaman, dan status hama pada setiap tahap siklus pertumbuhan. Misalnya, perangkat jebakan atau trap otomatis berbasis IoT memungkinkan petani untuk menangkap, menghitung, dan bahkan mengkarakterisasi serangga, yang dapat mengunggah lebih banyak data ke Cloud untuk analisis lebih lanjut. Contoh trap atau perangkat penangkap serangga yang terintegrasi dengan IoT adalah Spensa Tech Z Trap dan Semios Bio (Swami, 2022).

Spensa Tech Z-TrapZ adalah perangkat penangkap serangga yang secara otomatis mendeteksi jumlah serangga target yang tertangkap oleh perangkap bersensor dan mengirimkan data secara nirkabel ke ponsel atau komputer petani. Perangkat ini dikembangkan oleh Purdue University di West Lafayette, Indiana, USA, dan dijual ke Purdue Research Park oleh Spensa Technologies Inc. Z-Trap dikembangkan untuk memonitor populasi hama serangga secara otomatis dan mengurangi penggunaan insektisida yang dilepaskan ke lingkungan. Perangkat ini dilengkapi dengan paket perangkat lunak My Traps yang memungkinkan pengguna untuk melihat dan menganalisis data populasi serangga yang dikumpulkan oleh perangkap.

SemiosBIO adalah perangkat komunikasi nirkabel lainnya yang mengubah cara pemantauan hama serangga pada buah dan kacang-kacangan. Perusahaan ini menggunakan teknologi kimia, perangkat lunak komputer, dan jaringan nirkabel untuk tidak hanya memantau tetapi juga mengendalikan serangga melalui gangguan perkawinan ngengat. Sistem SemiosBIO menggunakan perangkap yang dilengkapi dengan kamera kecil untuk memantau populasi serangga dalam kebun dan dapat mengirimkan gambar tangkapan setiap 10 menit. Ketika sistem mendeteksi peningkatan serangga, perintah dapat dikirimkan untuk melepaskan feromon seks betina yang akan membingungkan ngengat jantan dan mengganggu reproduksi mereka.

Selain sensor dan beberapa perangkap yang disebutkan, teknologi deteksi akustik, sensor gas, sensor thermal tinggi, dan sensor pencitran juga merupakan jenis IoT yang sudah banyak diteliti dan dikembangkan. Sensor akustik dapat membedakan berbagai jenis suara yang dihasilkan oleh hama, yang membuat teknologi ini unggul dibandingkan dengan yang lain. Sensor akustik nirkabel yang ditempatkan di lokasi acak di lapangan dapat menangkap gelombang suara dari serangga. Lokasi dengan gelombang suara yang tinggi menunjukkan konsentrasi serangga yang lebih tinggi. Sehingga petani dapat menyemprotkan pestisida di lokasi-lokasi ini untuk memastikan kualitas tanaman. Metode yang hemat biaya ini menawarkan akurasi tinggi dalam mendeteksi serangan hama dan dapat digunakan dalam skala yang lebih luas. Namun, akurasinya menurun secara drastis dalam kondisi cuaca hujan dan berangin. Hal ini mengindikasikan bahwa sensor akustik mungkin tidak dapat secara efektif mendeteksi suara hama serangga atau tikus saat cuaca tidak mendukung (Swami, 2022 ; BizIntellia, 2022).

Sensor gas digunakan untuk mendeteksi senyawa kimia volatil yang dihasilkan oleh tanaman saat mengalami stres. Senyawa-senyawa ini berbeda tergantung pada jenis stres yang dialami oleh tanaman. Sebagai contoh, senyawa yang dikeluarkan akibat perubahan lingkungan akan berbeda dengan senyawa yang dihasilkan akibat infestasi hama. Sensor gas dapat digunakan untuk mengidentifikasi serangan oleh hama atau infeksi. Namun, salah satu kelemahan dari metode ini adalah sampel yang diperlukan untuk mengumpulkan senyawa volatil untuk analisis data (BizIntellia, 2022).

High-power Thermal Sensors atau sensor thermal tinggi daya menggunakan termografi, yaitu metode yang menggunakan sensor termal dan inframerah untuk mengukur jumlah cahaya yang dipantulkan oleh suatu permukaan. Setiap permukaan memantulkan jumlah energi cahaya yang berbeda yang juga disebut sebagai spektral atau spektrum. Ketika suatu patogen menutupi permukaan daun tanaman, rentang spektrum tanaman akan berubah menandakan adanya serangan oleh hama. Metode ini sangat efektif dalam mendeteksi serangga dan tahap siklus hidupnya. Namun, metode ini mahal dan sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan (BizIntellia, 2022)..

Fluorescence Image Sensing mengukur jumlah klorofil yang ada dalam tanaman berdasarkan perubahan parameter fluoresensinya. Kamera optik menangkap gambar daun tanaman dan kemudian dibandingkan dengan gambar-gambar daun sehat yang ada. Perubahan pola klorofil menunjukkan keberadaan patogen atau serangga. Meskipun metode ini dapat mendeteksi keberadaan hama pada tanaman, aplikabilitasnya di lapangan terbatas karena masalah skalabilitas dan hanya dapat digunakan pada tanaman yang mengandung klorofil (BizIntellia, 2022)..

Walaupun memberi banyak manfaat dan merupakan sebuah inovasi yang menarik, implementasi IoT juga memiliki beberapa tantangan. Salah satu tantangan utamanya adalah integrasi yang kompleks dengan infrastruktur yang sudah ada, seperti menghubungkan sensor-sensor IoT dengan sistem manajemen pertanian yang sudah ada atau mengintegrasikan data yang diperoleh dari IoT dengan sistem manajemen informasi pertanian. Keamanan data juga menjadi masalah penting dalam integrasi IoT dengan teknologi lain, karena IoT melibatkan pengumpulan dan pertukaran data secara terus-menerus antara perangkat. Selain itu, adopsi IoT di beberapa sektor pertanian mungkin terhambat oleh biaya tinggi untuk membeli dan mengimplementasikan teknologi IoT. Implementasi IoT memerlukan pemahaman teknis yang mendalam untuk mengelola dan memelihara sistem dengan efektif. Karena itu, terkadang petani dan pelaku agrikultur tradisional lainnya mungkin belum siap untuk menerima IoT (Swami, 2022).

Namun, dengan mengatasi tantangan-tantangan tersebut, integrasi Internet of Things dengan teknologi lain dalam konteks pertanian memiliki potensi untuk memberikan manfaat yang besar dalam hal pengelolaan sumber daya, meningkatkan efisiensi operasional, dan meningkatkan produktivitas pertanian secara keseluruhan. 

REFERENSI

BizIntellia. (2022). A Complete Guide for IoT Based Pest Detection With It’s Benefit. https://www.biz4intellia.com/blog/a-complete-guide-for-iot-based-pest-detection-with-its-benefits/. Diakses pada 24 Maret 2024.

Shalimov, A. (2023). IoT in Agriculture : Nine Technology Use Cases for Smart Farming and Challenges to Consider. https://easternpeak.com/blog/iot-in-agriculture-technology-use-cases-for-smart-farming-and-challenges-to-consider/.Diakses. Diakses pada 24 March 2024.

Swami, S. (2022). Advancing Innovations in Sustainable Agriculture. Rajahsthan : Vital Biotech Publications.

Venkatesan, R., Kathrine, G. J. W., & Ramalakshmi, K. (2018). Internet of Things based pest management using natural pesticides for small scale organic gardens. Journal of Computational and Theoretical Nanoscience15(9-10), 2742-2747.

Wang, Z., Qiao, X., Wang, Y., Yu, H., & Mu, C. (2024). IoT-based system of prevention and control for crop diseases and insect pests. Frontiers in Plant Science15, 1323074.

Top of Form

KONSULTASI DENGAN AHLI HAMA