Plague atau pes adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis. Penyakit ini terkenal karena telah menyebabkan wabah-wabah besar yang terjadi sepanjang sejarah, termasuk Black Death pada abad ke-14 yang menewaskan 25 juta orang di Eropa. Penyebaran yang cepat dipicu oleh perdagangan dan migrasi manusia serta tikus yang terinfeksi.
Selain Eropa, wabah Plague juga menyebar ke wilayah Asia melalui perdagangan laut. Dimulai di wilayah Yunnan, Tiongkok dan menyebabkan kematian jutaan orang, termasuk India.
Meski saat ini tidak seburuk di masa lalu, saat ini wabah plague masih terjadi, terutama di daerah pedesaan atau terpencil di beberapa negara seperti Madagaskar, Republik Demokratik Kongo, dan beberapa bagian dari Amerika Serikat, Afrika, dan Asia.
Hal tersebut menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh Yersinia pestis asih menjadi masalah masalah kesehatan masyarakat di lingkungan perkotaan, khususnya di negara-negara berkembang, terutama di daerah dengan populasi hewan pengerat yang besar dan kondisi sanitasi yang buruk.
Plague bubonic ditandai dengan gejala utama berupa munculnya bubo atau pembengkakan kelenjar getah bening yang menyakitkan, biasanya di area pangkal paha, ketiak, atau leher. Selain itu, penderita juga mengalami demam tinggi, menggigil, sakit kepala, dan kelelahan.
Tanpa pengobatan, plague bubonic memiliki tingkat kematian sekitar 30-60%, namun dengan penggunaan antibiotik, tingkat kesembuhan dapat meningkat drastis.
Plague Septikemik
Plague septikemik terjadi ketika infeksi menyebar ke dalam aliran darah, menyebabkan gejala seperti demam, menggigil, kelelahan, dan gangguan pada organ-organ tubuh, serta dapat mengakibatkan sepsis.
Penularannya biasanya merupakan komplikasi dari plague bubonic atau melalui gigitan kutu. Tingkat kematian plague septikemik sangat tinggi, hampir mencapai 100% tanpa pengobatan segera, namun dengan antibiotik, tingkat kesembuhan bisa meningkat dengan pesat.
Plague Pneumonik
Plague pneumonik adalah bentuk yang paling menular, di mana infeksi bakteri menyebar ke paru-paru, menyebabkan pneumonia dengan gejala seperti demam tinggi, batuk dengan dahak berdarah, nyeri dada, dan kesulitan bernapas.
Penularan terjadi melalui droplet pernapasan yang disebarkan saat orang yang terinfeksi batuk atau bersin, menjadikannya sangat menular dari orang ke orang. Tanpa pengobatan, plague pneumonik memiliki tingkat kematian hampir 100%, tetapi dengan intervensi medis yang dilakukan dengan cepat, tingkat kesembuhan dapat meningkat signifikan.
Penyebaran Yersinia pestis
Vektor utama Yersinia pestis adalah kutu, khususnya kutu tikus (Xenopsylla cheopis), yang memainkan peran penting dalam penyebaran bakteri ini.
Proses penularannya dimulai ketika kutu tersebut mengisap darah dari tikus atau hewan pengerat lainnya yang telah terinfeksi. Bakteri Yersinia pestis kemudian berkembang biak di saluran pencernaan kutu, terutama di lambung, sehingga membentuk koloni yang dapat menghambat saluran pencernaan kutu tersebut. Akibatnya, ketika kutu menggigit inang berikutnya, biasanya manusia atau hewan lain, bakteri tersebut disuntikkan ke dalam luka gigitan melalui regurgitasi, yang kemudian menginfeksi inang baru.
Tikus liar dan beberapa spesies hewan pengerat lainnya berperan sebagai reservoir alami bagi Yersinia pestis, di mana mereka menjadi inang primer bagi bakteri ini.
Penularan ke manusia biasanya terjadi setelah gigitan dari kutu yang sebelumnya telah menggigit tikus atau hewan pengerat lain yang terinfeksi, menyebabkan penyebaran bakteri tersebut ke manusia.
Hewan domestik seperti anjing dan kucing yang tinggal di daerah endemik juga dapat membawa kutu yang terinfeksi atau bahkan terinfeksi dan menularkan penyakit tersebut pada manusia melalui gigitan dan goresan.
Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi melalui kontak langsung dengan jaringan, cairan tubuh, atau darah dari hewan yang terinfeksi. Hal ini bisa terjadi jika manusia memiliki luka terbuka di kulit yang terpapar oleh bahan-bahan tersebut atau melalui inhalasi aerosol yang terkontaminsasi bakteri Yersinia pestis.
Orang-orang pekerja pertanian, pemburu, atau peternak yang sering berinteraksi dengan hewan liar atau ternak membuat mereka lebih rentan terkena infeksi karena kemungkinan kontak langsung dengan sumber infeksi lebih tinggi
Pencegahan dan Pengendalian Penularan
Untuk mencegah dan mengendalikan penularan plague yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis, langkah-langkah yang komprehensif dan terkoordinasi sangat penting guna melindungi kesehatan masyarakat serta mengurangi risiko terjadinya wabah.
Pengendalian Hama
Tikus dan kutu adalah vektor utama dalam penyebaran Yersinia pestis, bakteri penyebab plague. Mengontrol populasi mereka dapat meminimalkan risiko penularan.
Strategi pengendalian tikus mencakup berbagai langkah untuk mengurangi populasi tikus dan mencegah penyebaran penyakit. Salah satunya adalah pemangkasan habitat, di mana tumpukan sampah, rumput tinggi, dan material lainnya di sekitar rumah dan bangunan dibersihkan untuk mengurangi tempat persembunyian dan sarang tikus.
Selain itu, pemasangan perangkap tikus di daerah yang sering terlihat tanda-tanda kehadiran tikus menjadi langkah yang efektif untuk menangkap dan membunuh tikus yang terinfeksi.
Penggunaan rodentisida juga merupakan strategi yang umum digunakan, namun harus dilakukan dengan hati-hati dan tepat. Penggunaannya juga harus dihindari pada daerah yang memiliki populasi hewan peliharaan atau satwa liar yang melimpah.
Rodentisida adalah zat kimia yang dirancang khusus untuk membunuh tikus dan hewan pengerat lainnya. Bahan aktif yang paling umum digunakan dalam rodentisida adalah antikoagulan dan racun sistem saraf.
Bahan aktif antikoagulan bekerja dengan mengganggu proses pembekuan darah pada tikus, yang pada akhirnya menyebabkan kematian karena perdarahan internal yang tidak terkontrol. Jenis antikoagulan yang umum digunakan termasuk warfarin, kumarin, difenacoum, bromadiolon, dan brodifakum.
Racun sistem saraf bekerja dengan mengganggu sistem saraf tikus, menyebabkan kejang, gangguan pergerakan, dan akhirnya kematian. Contoh bahan aktif racun sistem saraf termasuk brometilin, klorofacinon, difetialon, dan lain-lain.
Memperbaiki retakan dan celah di bangunan juga penting untuk mencegah tikus masuk dan berlindung di dalamnya, sehingga mengurangi kemungkinan berkembang biak dan penyebaran lebih lanjut.
Dengan menggabungkan berbagai strategi ini, pengendalian tikus dapat dilakukan secara efektif.
Menjaga Kebersihan
Menjaga kebersihan lingkungan sangat penting dalam pengendalian tikus dan hama lainnya untuk mengurangi kemungkinan tikus dan hama lainnya berkembang biak, serta mengurangi risiko kontak manusia dengan hewan yang terinfeksi.
Langkah-langkah kebersihan termasuk pengelolaan sampah yang baik dengan menyimpan sampah rumah tangga dalam wadah yang tertutup rapat dan membuangnya secara teratur.
Pembersihan di area dalam dan sekitar rumah juga harus dilakukan secara berkala, termasuk perabotan dan area yang sulit dijangkau untuk menghindari akumulasi kotoran dan tempat persembunyian tikus.
Memperbaiki struktur bangunan, seperti pintu, jendela, dan lubang ventilasi harus dilakukan untuk memastikan tidak adanya celah atau retakan yang memungkinkan tikus masuk ke dalam rumah.
Selain itu, perlu dilakukan manajemen lingkungan yang efektif melibatkan pengurangan tumpukan kayu, batu, atau material lainnya di sekitar bangunan yang dapat menjadi tempat berlindung bagi tikus.
Di tempat umum, pengelolaan sampah kota yang efisien juga diperlukan untuk mengurangi populasi tikus di area publik, serta edukasi masyarakat tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan cara mencegah infestasi tikus dan kutu menjadi kunci dalam upaya pengendalian tikus secara efektif.
Pemantauan
Pemantauan kasus pada manusia dan hewan sangat penting dalam upaya deteksi dini dan respons cepat terhadap wabah plague, yang dapat mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit tersebut.
Langkah-langkah pemantauan mencakup surveilans epidemiologi, di mana data dari fasilitas kesehatan dan dokter dikumpulkan dan dianalisis untuk mendeteksi kasus-kasus yang mencurigakan dengan pelaporan yang cepat dan akurat.
Selain itu, pemantauan hewan melibatkan survei terhadap populasi tikus dan hewan liar lainnya di daerah endemik untuk mendeteksi keberadaan bakteri Yersinia pestis, termasuk pengujian sampel darah atau jaringan dari hewan untuk mendeteksi infeksi.
Pemantauan kutu juga dapat dilakukan, dengan mengumpulkan dan menguji kutu dari hewan dan lingkungan untuk mengetahui apakah ada infeksi yang terjadi.
Tindakan respons cepat termasuk isolasi dan pengobatan yang segera dilakukan terhadap kasus manusia yang dicurigai terinfeksi, serta langkah-langkah pengendalian wabah yang dilakukan segera di daerah di mana kasus terdeteksi untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.
Beberapa jenis antibiotik, seperti streptomisin, gentamisin, atau tetrasiklin efektif dalam mengobati penyakit plague, terutama jika diberikan pada tahap awal infeksi. Oleh karena itu, penggunaan antibiotik harus menjadi bagian dari strategi pengobatan untuk menangani kasus-kasus yang terdeteksi dengan cepat dan mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut.
Komunikasi yang efektif antara lembaga kesehatan, otoritas lokal, dan masyarakat juga penting dalam meningkatkan kesadaran akan risiko dan langkah-langkah yang harus diambil jika terjadi wabah.
Kolaborasi antarlembaga, seperti kerjasama antara departemen kesehatan, peternakan, dan lingkungan, juga diperlukan untuk memastikan pendekatan yang terpadu dan komprehensif dalam pemantauan dan pengendalian penyakit ini.
Hal yang Bisa Dikembangkan untuk Meningkatkan Strategi Mengatasi Plague
Pengembangan vaksin yang efektif dan aman menjadi langkah yang penting dalam pencegahan wabah plague dengan melindungi populasi yang rentan dari infeksi dan mengurangi risiko penyebaran penyakit.
Selain itu, meskipun antibiotik telah terbukti efektif dalam pengobatan plague, namun resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat menjadi masalah serius. Oleh karena itu, pengembangan antibiotik baru atau kombinasi antibiotik yang lebih efektif dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien dapat menjadi fokus penelitian saat ini.
Pengembangan teknologi dan strategi baru untuk mengendalikan populasi tikus dan vektor lainnya masih harus dikembangkan sehingga dapat dilakukan respon cepat terhadap wabah dan membantu dalam mengurangi risiko penularan plague.
Peningkatan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang faktor risiko, gejala, dan cara pencegahan plague sangat penting. Penelitian di masa depan dapat fokus pada pengembangan strategi komunikasi yang efektif untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang penyakit ini.
Dengan pendekatan yang terintegrasi dan fokus pada penelitian di masa depan, diharapkan upaya ini dapat mengurangi dampak wabah plague secara signifikan.
Nah, demikian ulasan singkat terkait Tikus dan Yersinia pestis sebagai salah satu ancaman di dunia
Apabila sedang mencari perusahaan pengendalian hama berlisensi, Ahli Hama dapat dipilih sebagai lembaga independen terpercaya.
Di sini menyediakan berbagai jenis layanan training mencakup:
Selain itu, adapun konsultan manajemen dan sertifikasi bebas hama untuk penilaian keberadaan hama.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.
Author : Rahmidevi Alfiani
REFERENSI
Alderson, J., Quastel, M., Wilson, E., & Bellamy, D. (2020). Factors influencing the re-emergence of plague in Madagascar. Emerging Topics in Life Sciences, 4(4), 423.
Harvard University. (2024). Plague (Yersinia pestis). Diakses dari https://www.health.harvard.edu/a_to_z/plague-yersinia-pestis-a-to-z. Pada 6 Juni 2024.
Suliman, A. (2024). Bubonic plague: what you need to know about modern treatment. The Washington Post. Diakses dari https://www.washingtonpost.com/health/2024/02/13/bubonic-plague-about-modern-treatment/. Pada 6 Juni 2024.
World Health Organization. (2022). Plague. Diakses dari https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/plague. Pada 6 Juni 2024.
Wu, Y., Han, Y., Du, Z., Cui, Y., & Yang, R. (2024). Yersinia pestis. In Molecular Medical Microbiology (pp. 1743-1765). Academic Press.