Pthirus pubis: Kutu Penghisap yang Menyerang Manusia

Pthirus pubis: Kutu Penghisap yang Menyerang Manusia
11
Kamis, 11 Juli 2024

Kutu telah menjadi parasit pada manusia selama ribuan tahun. Setiap tahunnya, serangan kutu dilaporkan menyerang ratusan juta orang di seluruh dunia.

Pthirus pubis yang lebih dikenal dengan kutu kepiting atau kutu kelamin adalah ektoparasit yang menyerang rambut-rambut pada manusia, khususnya di daerah kemaluan. Infestasi mereka disebut dengan pediculosis pubis.

Infestasi Pthirus pubis menyebabkan rasa gatal yang parah sehingga mengganggu kenyamanan dan aktivitas bagi seseorang yang terserang.

Artikel ini akan membahas mengenai Pthirus pubis, lengkap dengan penjelasan tentang gangguan yang ditimbulkannya dan cara mengendalikan Pthirus pubis. Yuk simak uraian di bawah ini.

Mengenal Lebih Dekat dengan Pthirus pubis.

Phthirus pubis adalah serangga yang masuk ke dalam Ordo Anoplura dan Famili Pthiridae. Mereka memiliki ciri dengan tubuh yang pipih secara dorsoventral dan tidak bersayap.

Kutu dewasa berwarna terang dengan ukuran tubuh sekitar 1–3 mm. Tubuh mereka terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada dengan tiga pasang kaki, dan perut.

Dua pasang kaki belakang jauh lebih tebal dibandingkan dengan sepasang kaki depan. Kaki tersebut memiliki cakar seperti penjepit kepiting, yang genggamannya dirancang agar sesuai dengan diameter rambut tubuh dan serat pakaian.

Di rambut, motilitas mereka cenderung lambat. Dilaporkan hanya bergerak beberapa milimeter saja setiap harinya.

Phthirus pubis memiliki bagian mulut yang tajam yang disebut stylets. Mereka menancapkan atau memasukkan stylets ini ke dalam kulit inang.

Stylets ini dimasukkan ke dalam folikel rambut kemaluan, yaitu struktur kecil di kulit tempat rambut tumbuh. Tujuannya adalah untuk mendapatkan suplai darah yang konstan dari inang. Darah ini digunakan oleh kutu sebagai nutrisi dan kelangsungan hidup mereka.

Kutu betina dewasa dapat bertelur dari 3 butir hingga 10 butir setiap harinya dan mereka akan menempelkan telur tersebut pada rambut. Telur menetas dalam 6–10 hari dan bertransisi menjadi dewasa dalam 2–3 minggu.

Kutu mempunyai masa hidup selama 3-4 minggu dimana mereka hidup di tingkat kelembapan 70%-90% dan suhu 29ºC-32ºC. Pada kondisi yang optimal mereka dapat menghisap darah sebanyak lima kali dalam sehari.

Phthirus pubis dapat menetap pada rambut kemaluan seseorang, dan terkadang pada bulu mata atau rambut lainnya pada tubuh. Keberadaan kutu biasanya ditularkan melalui hubungan seksual.

Gangguan Pthirus pubis terhadap Manusia.

Pthirus pubis dilaporkan menyerang rambut-rambut yang ada pada tubuh manusia, khususnya di daerah kelamin. Mereka juga teramati di rambut ketiak, paha, dada, alis, dan bulu mata.

Aktivitas hubungan seksual dianggap sebagai cara penularan kutu kepiting yang paling memungkinkan. Namun, ada beberapa kasus penularan yang terdokumentasi dari dudukan toilet, tempat tidur, dan rambut lepas yang dipenuhi telur yang dijatuhkan oleh orang yang terinfeksi pada benda-benda yang digunakan bersama.

Pthirus pubis diketahui menghasilkan air liur setelah menghisap darah. Air liur ini menyebabkan reaksi alergi yang akan menimbulkan rasa gatal.

Pada paparan air liur oleh kutu yang pertama kalinya, reaksi tersebut akan timbul selama 2-6 minggu setelah paparan. Sedangkan, paparan berikutnya reaksi alergi akan lebih cepat, yaitu timbul setelah 1-2 hari paparan.

Selain itu, serangan kutu dapat menimbulkan bercak kebiruan (maculae ceruleae) yang umumnya muncul di perut bagian bawah dan paha, serta terbentuknya papula merah yang gatal.

Ketika seseorang terus-menerus menggaruk area yang terinfestasi, kulit dapat terluka dan membuka jalan bagi bakteri untuk masuk dan menyebabkan infeksi. Gejala infeksi bakteri sekunder termasuk kemerahan, pembengkakan, nanah, dan peningkatan rasa sakit di area yang terinfestasi.

Infestasi kronis dapat menyebabkan perubahan warna kulit karena peradangan yang berulang atau kerusakan kulit. Area yang terinfestasi mungkin menjadi lebih gelap (hiperpigmentasi) atau lebih terang (hipopigmentasi) daripada kulit di sekitarnya.

Infestasi juga dapat terjadi di bulu mata dengan gejala dan tandanya meliputi blepharitis, gatal, rasa terbakar, dan edema kelopak mata.

Cara Mengendalikan Pthirus pubis.

Sexually Trasmitted Infections (STI) ditemukan terjadi pada ≤ 30% pasien yang telah terinfestasi oleh kutu kepiting (Pthirus pubis). Oleh sebab itu, kasus infestasi kutu jenis ini sering terjadi pada orang dewasa dan jarang pada anak-anak pra-pubertas.

The European Academy of Dermatology and Venereology dan the US Centers for Disease Control and Prevention merekomendasikan permethrin atau pyrethrins dengan piperonyl butoxide sebagai bahan aktif utama yang dapat digunakan untuk pengendalian kutu kepiting. Selain itu, malathion atau ivermectin juga dapat digunakan.

Pilihan pengobatan yang sering digunakan adalah krim permetrin dengan konsentrasi 1% hingga 5%, sampo yang mengandung campuran pyrethrin dan piperonyl butoxide dengan konsentrasi 0,33%, sampo dan losion lindane 1%, sampo dan losion malathion 0,5%, serta sampo ivermectin 0,8%.

Jika serangan kutu terjadi di area bulu mata, maka agen oklusif dapat diaplikasikan. Agen tersebut, yakni petroleum jelly dan obat tetes mata fluorescein.

Untuk pencegahan infestasi kutu, disarankan untuk tidak menggunakan benda-benda, seperti pakaian, selimut, handuk, atau produk kebersihan pribadi lainnya, secara bersamaan. Lebih baik benda-benda tersebut secara rutin dicuci setelah dipakai.

Nah, demikian ulasan singkat terkait Pthirus pubis: kutu penghisap yang menyerang manusia beserta cara pengendaliannya.

Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.

Author: Dherika

Referensi

Anderson, A.L. & Chaney, E. (2009). Pubic Lice (Pthirus pubis): History, Biology and Treatment vs. Knowledge and Beliefs of US College Students. International Journal of Environmental Research and Public Health, 6: 592-600. Doi:10.3390/ijerph6020592.

CDC. (2024). Pthiriasis (Pthirus pubis). Retrieved from https://www.cdc.gov/dpdx/pthiriasis/index.html (Accessed: July 4th, 2024).

Mehta, H., Kumar, S., & Anuradha, B. (2022). What's bugging you: A closer look at the crab louse. Indian Dermatol Online Journal, 13(1): 143-144. Doi: 10.4103/idoj.IDOJ_161_21.

Palanisamy, A.P., Kanakaram, K.K., Sivasubramanian, V., & Srivenkateswaran, K. (2015). Indian Dermatol Online Journal, 6(5): 375. Doi: 10.4103/2229-5178.164475

Patel, P.U., Tan, A., & Levell, N.J. (2021). A clinical review and history of pubic lice. Clinical and Experimental Dermatology: 1-8. Doi:10.1111/ced.14666.

Sangare, A.K., Doumbo, O.K., & Didier, R. (2016). Management and Treatment of Human Lice, BioMed Research International: 1-12. http://dx.doi.org/10.1155/2016/8962685.

Zhao, Y.K., & Luo, D.Q. (2024). Pubic Lice. The New England Journal of Medicine, 390(3). Doi: 10.1056/NEJMicm2303713.

KONSULTASI DENGAN AHLI HAMA