Salah satu tantangan dalam industri pengolahan kayu adalah bagaimana menjaga dan melindungi kayu dari kerusakan. Kerusakan kayu dapat terjadi secara alami yang disebabkan oleh faktor abiotik seperti suhu, kelembaban, namun sebagian besar diakibatkan oleh organisme seperti jamur dan serangga perusak kayu. Sehingga perawatan untuk melindungi kayu sangat diperlukan untuk mengurangi tingkat kerusakan yang terjadi.
Gambar 1. Kayu yang rusak akibat rayap (Photo by Jens Aber on Unsplash)
Metode pengawetan dapat secara efektif melindungi produk kayu dari kerusakan yang disebabkan oleh jamur, serangga perusak, atau penggerek laut. Dengan menerapkan langkah preservatif, umur bangunan kayu dapat diperpanjang secara signifikan, sehingga mengurangi biaya penggantian dan memungkinkan pemanfaatan sumber daya hutan secara lebih efisien (Lebow, S. T. 2010).
Kualitas keawetan kayu dapat ditingkatkan melalui perlindungan yang mencakup penggunaan bahan pengawet kayu dan sistem modifikasi. Pelindung kayu yang ideal harus memenuhi kriteria keamanan dalam penggunaannya, efisiensi, efektivitas biaya, keberlanjutan, serta tidak menyebabkan korosi pada logam atau kerusakan pada komponen kayu (Khademibami & Bobadilha, 2022).
Keberhasilan proses pengawetan kayu dapat diukur melalui penyerapan bahan pengawet ke dalam struktur kayu, yang mencakup absorbsi, retensi, dan penetrasi bahan pengawet. Dengan demikian, efek perlindungan terhadap organisme perusak kayu dapat optimal apabila penyerapan bahan pengawet ke dalam kayu berlangsung secara efisien. Sifat penyerapan bahan pengawet dalam kayu bervariasi antar jenis kayu, dipengaruhi oleh sifat kimia, fisika, dan struktur anatomi kayu tersebut (Kusumaningsih, K. R. 2017).
Variasi ini berdampak pada hasil pengawetan yang dilakukan. Oleh karena itu, pengujian sifat penyerapan bahan pengawet pada jenis-jenis kayu yang umumnya digunakan sebagai bahan bangunan perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menentukan sejauh mana kemudahan suatu jenis kayu dapat diawetkan. Dengan pemahaman ini, dapat dilakukan pemilihan metode pengawetan dan jenis bahan pengawet yang sesuai, mampu melindungi kayu secara efektif dari serangan organisme perusak kayu (Kusumaningsih, K. R. 2017).
Absorpsi mengindikasikan berapa banyak bahan pengawet dalam larutan yang dapat diserap dan meresap ke dalam struktur kayu. Semakin tinggi tingkat absorbsi bahan pengawet, maka kemampuan perlindungan bahan pengawet terhadap organisme perusak kayu dalam kayu akan menjadi lebih efektif (Kusumaningsih, K. R. 2017).
Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa semakin rendah berat jenis (kerapatan) kayu, proporsi volume rongga sel (pembuluh) akan semakin tinggi. Pembuluh berperan sebagai saluran pengangkut cairan, termasuk bahan pengawet, sepanjang arah longitudinal. Oleh karena itu, semakin besar proporsi pembuluh (seiring dengan rendahnya berat jenis kayu), semakin mudah kayu tersebut menyerap bahan pengawet, menghasilkan tingkat absorbsi bahan pengawet yang lebih tinggi (Kusumaningsih, K. R. 2017).
Dalam konteks pengawetan kayu, penetrasi merujuk pada kedalaman yang dapat dicapai oleh bahan pengawet ke dalam struktur kayu. Pengukuran penetrasi bahan pengawet biasanya dilakukan dalam satuan milimeter (mm) dan merupakan indikator penting untuk mengevaluasi sejauh mana bahan pengawet mampu menembus kayu, sehingga memberikan perlindungan optimal terhadap serangan organisme perusak (Kusumaningsih, K. R. 2017).
Retensi merujuk pada jumlah bahan pengawet kering (tanpa pelarut) yang menyerap dan tetap berada dalam struktur kayu yang telah diawetkan. Semakin tinggi tingkat retensi bahan pengawet, maka kemampuan perlindungan bahan pengawet terhadap organisme perusak kayu dalam kayu akan semakin efektif (Kusumaningsih, K. R. 2017).
Untuk mencapai efektivitas jangka panjang, penetrasi dan retensi yang memadai sangat penting untuk setiap spesies kayu, bahan pengawet kimia, dan metode perawatan. Ada berbagai metode untuk mengolah kayu, dan kemampuan perawatannya dapat berbeda pad setiap spesies kayu (Lebow, S. T. 2010).
REFERENSI
Jens Aber (2022) A Photo by Jens Aber: a close up of the bark of a tree on Unsplash. Accessed 11/02/2024 on https://unsplash.com/photos/a-close-up-of-the-bark-of-a-tree- WpWvFdDEer0?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
Haygreen,J.G dan J.L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Khademibami, L., & Bobadilha, G. S. (2022). Recent developments studies on wood protection research in academia: A review. Frontiers in Forests and Global Change, 5, 793177.
Kusumaningsih, K. R. (2017). Absorption property of preservative on several building woods. Jurnal Wana Tropika, 1(1).
Lebow, S. T. (2010). Wood Preservation. Chapter 15. Wood handbook wood as an engineering material. USDA Forest Service, Forest Products Laboratory, General Technical Report FPL-GTR-190.