Nyamuk dikenal sebagai salah satu serangga paling mematikan di dunia. Meskipun kecil dan tampak tidak berbahaya, nyamuk bertanggung jawab atas jutaan kematian setiap tahun dengan menularkan penyakit mematikan seperti malaria, demam berdarah, zika, chikungunya, dan demam kuning.
Nyamuk bukanlah kelompok serangga yang seragam karena mereka terdiri dari ribuan spesies dengan karakteristik, habitat, dan perilaku yang berbeda. Keragaman nyamuk ini memainkan peran penting dalam epidemiologi penyakit yang mereka sebarkan. Misalnya, beberapa spesies nyamuk lebih efektif dalam menularkan penyakit tertentu karena preferensi mereka terhadap inang manusia atau hewan tertentu.
Sumber : Ruiz Lopez (2020)
Kecenderungan nyamuk untuk menunjukkan preferensi yang kuat terhadap jenis inang sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor biologis dan lingkungan, termasuk bau tubuh dan senyawa volatil khusus, emisi karbon dioksida, suhu kulit, dan kelembapan.
Setiap individu atau spesies memiliki profil bau tubuh yang beragam karena terdapat perbedaan konsentrasi dan jenis senyawa volatil yang dihasilkan oleh kelenjar kulit, misalnya asam laktat, asam urat, dan amonia, yang akan mempengaruhi daya tarik nyamuk terhadap inangnya. Profil flora mikroba pada kulit juga dapat mempengaruhi bau tubuh dan tingkat ketertarikan nyamuk terhadap inangnya.
Dalam mendeteksi inangnya, nyamuk menggunakan reseptor kimia yang terdapat di dalam organ sensorik, seperti antena dan palpus, yang sangat peka terhadap senyawa volatil yang dipancarkan oleh inang. Seiring waktu, nyamuk yang telah beradaptasi dengan preferensi inang tertentu, melalui adaptasi evolusi, akan mengembangkan sistem sensorik dan fisiologis khusus yang pada akhirnya meningkatkan kepekaannya terhadap inang tertentu Misalnya, nyamuk Culex pipiens lebih peka dan tertarik pada senyawa kimia yang dihasilkan oleh burung, seperti urea dan amonia yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme burung.
Habitat di mana nyamuk hidup dan berkembang biak juga mempengaruhi preferensi inang mereka. Nyamuk yang hidup di lingkungan di mana hewan tertentu lebih umum atau lebih mudah diakses mungkin mengembangkan preferensi untuk hewan tersebut sebagai sumber darah. Misalnya, nyamuk yang sering berinteraksi dengan burung atau mamalia besar di habitat alami mereka mungkin lebih cenderung memilih hewan-hewan tersebut sebagai inang. Misalnya, pada lingkungan di mana manusia lebih banyak ditemukan, nyamuk akan mengembangkan preferensi untuk menggigit manusia sebagai sumber darah utama.
Walaupun nyamuk memiliki preferensi terhadap inang tertentu, mereka bisa memiliki beberapa jenis inang, tergantung pada spesies dan lingkungan mereka. Banyak spesies nyamuk tidak sepenuhnya spesifik terhadap satu jenis inang melainkan memiliki rentang preferensi yang memungkinkan mereka untuk memanfaatkan berbagai sumber darah. Misalnya, Aedes aegypti yang dikenal karena kemampuannya untuk menggigit manusia, tetapi mereka juga dapat menggigit hewan lain jika manusia tidak tersedia.
Fenomena ini sering kali disebabkan oleh kebutuhan biologis nyamuk untuk mendapatkan sumber darah yang memadai untuk perkembangan telur mereka. Ketika inang utama tidak tersedia atau langka, nyamuk dapat beradaptasi dengan menggigit inang alternatif untuk memastikan kelangsungan hidup dan reproduksi mereka. Selain itu, faktor lingkungan seperti perubahan musim, urbanisasi, dan ketersediaan inang juga mempengaruhi rentang preferensi nyamuk.
Sebagai contoh, Culex pipiens, yang umumnya lebih tertarik pada burung, dapat juga menggigit mamalia, termasuk manusia, jika burung tidak tersedia di lingkungan sekitarnya. Adaptasi semacam ini membantu nyamuk untuk bertahan hidup dalam berbagai kondisi dan meningkatkan peluang mereka untuk berkembang biak dengan sukses.
Hal tersebut juga dapat disebabkan karena terdapat kesamaan seyawa volatil antara satu spesies dengan yang lainnya. sebagai contoh, penelitian mengeai Nonanal, salah satu senyawa aldehida yang dapat ditemukan pada burung dan manusia, terbukti mempengaruhi daya tarik nyamuk terhadap inangnya. Nyamuk yang telah berdaptasi untuk mengenali dan merespons Nonanal mungkin dapat berpindah inang antara burung dan manusia.
Dengan demikian, meskipun nyamuk mungkin menunjukkan preferensi terhadap jenis inang tertentu, fleksibilitas dalam preferensi inang mereka memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan ketersediaan inang, yang pada akhirnya mempengaruhi pola penyebaran penyakit yang mereka bawa.
Pemahaman mengenai preferensi inang nyamuk dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat penting untuk meningkatkan strategi pengendalian nyamuk, mencegah penyebaran penyakit, dan merespons perubahan lingkungan dengan cara yang efektif. Misalnya, jika nyamuk lebih tertarik pada manusia, strategi pengendalian seperti penggunaan repelan, jaring nyamuk, dan insektisida dapat difokuskan untuk melidungi manusia.
Selain itu, dengan mengetahui preferensi inang nyamuk, kita dapat mengidentifikasi hewan yang berperan sebagai reservoir atau inang utama untuk patogen zoonotik. Misalnya, jika nyamuk lebih suka menggigit hewan tertentu yang menjadi reservoir penyakit seperti virus West Nile pada burung, kita bisa fokus pada pengendalian penyakit di hewan tersebut untuk mencegah penularan ke manusia.
Mengetahui dan meneliti bagaimana nyamuk berinteraksi dengan inang yang merupakan reservoir penyakit tertentu akan memberikan wawasan tentang patogenesis penyakit dan dapat membantu dalam pengembangan vaksin dan terapi yang lebih efektif untuk pengobatan, yang berpotensi mengurangi beban penyakit secara signifikan dan meningkatkan kesehatan global.
Nah, demikian ulasan singkat terkait preferensi inang nyamuk. Semoga bermanfaat ya!
Author : Rahmidevi Alfiani
REFERENSI
Ruiz-López, M. J. (2020). Mosquito behavior and vertebrate microbiota interaction: implications for pathogen transmission. Frontiers in Microbiology, 11, 573371.
Stone, C., & Gross, K. (2018). Evolution of host preference in anthropophilic mosquitoes. Malaria journal, 17, 1-11.
Takken, W., & Verhulst, N. O. (2013). Host preferences of blood-feeding mosquitoes. Annual review of entomology, 58(1), 433-453.
Syed, Z., & Leal, W. S. (2009). Acute olfactory response of Culex mosquitoes to a human-and bird-derived attractant. Proceedings of the National Academy of Sciences, 106(44), 18803-18808.
Wolff, G. H., & Riffell, J. A. (2018). Olfaction, experience and neural mechanisms underlying mosquito host preference. Journal of Experimental Biology, 221(4), jeb157131.