Pengendalian Hama Di Perpustakaan

Pengendalian Hama Di Perpustakaan
02
Senin, 2 Desember 2024

Perpustakaan merupakan lembaga yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan intelektual pengguna melalui pelestarian dan penyebaran ilmu pengetahuan yang tersedia dalam berbagai bentuk, terutama melalui media cetak seperti buku, majalah, dan dokumen lainnya. Secara umum, perpustakaan dikenal sebagai tempat yang menghimpun dan mengelola koleksi sumber informasi, yang dioperasikan oleh pemerintah, lembaga pendidikan, atau institusi tertentu. Selain menjadi pusat informasi, perpustakaan berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan akses terhadap pendidikan formal.

Dalam konteks pembangunan nasional, perpustakaan memainkan peran strategis yang terbagi dalam tiga aspek utama. Pertama, perpustakaan berfungsi sebagai pusat ilmu pengetahuan yang mendorong inovasi dan kreativitas. Kedua, sebagai pusat pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan literasi dan kemampuan berpikir kritis. Ketiga, sebagai pusat kebudayaan yang melestarikan dan memperkenalkan nilai-nilai lokal serta kekayaan budaya bangsa kepada generasi mendatang. Dengan demikian, perpustakaan menjadi pilar penting dalam proses pembangunan sosial dan intelektual masyarakat.

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perpustakaan adalah ancaman dari berbagai jenis hama yang dapat merusak koleksi dan fasilitas. Hama-hama tersebut meliputi beberapa jenis serangga seperti silverfish, bookworm, booklice, kecoa (cockroach), rayap (termites), carpet beetles, dan ngengat pakaian (clothes moths), yang dapat menyebabkan kerusakan fisik pada buku dan bahan cetakan lainnya. Selain serangga, perpustakaan juga sering kali menjadi sasaran hama pengerat seperti tikus, yang tidak hanya merusak koleksi tetapi juga berpotensi menyebarkan penyakit.

Infestasi hama di dalam perpustakaan dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, termasuk suhu, kelembaban, pencahayaan, dan ketersediaan sumber makanan seperti kertas, kain, dan lem yang sering digunakan dalam penjilidan buku. Apabila tidak dikelola dengan baik, faktor-faktor tersebut akan menciptakan kondisi ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan hama. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pengendalian hama menjadi prioritas dalam manajemen perpustakaan untuk menjaga keberlanjutan koleksi dan menciptakan suasana yang nyaman bagi penggunanya.

Hama serangga dan hewan pengerat dapat menimbulkan kerusakan serius pada koleksi perpustakaan, seperti buku, manuskrip, dan dokumen penting. Kerusakan ini tidak hanya berdampak pada aspek fisik koleksi, tetapi juga berimplikasi pada aspek ekonomi. Biaya yang diperlukan untuk memperbaiki atau mengganti koleksi yang rusak cukup besar sehingga memberikan beban finansial yang signifikan bagi pengelola perpustakaan. Selain itu, proses pemulihan koleksi yang rusak membutuhkan waktu dan tenaga ahli yang tidak sedikit.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama juga berpotensi berdampak negatif pada kesehatan pustakawan. Beberapa jenis serangga, seperti kecoa dan kutu buku (booklice), serta hewan pengerat seperti tikus, dapat menjadi vektor penyebaran penyakit. Kontak langsung atau tidak langsung dengan hama ini dapat meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan, alergi, dan penyakit zoonosis, seperti leptospirosis yang ditularkan melalui tikus.

Selain dampak fisik dan kesehatan, keberadaan hama di perpustakaan juga mempengaruhi aspek psikologis pengguna. Kehadiran serangga atau tikus dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, takut, atau bahkan kecemasan bagi beberapa penggunanya. Bagi mereka yang memiliki fobia terhadap serangga atau hewan pengerat, pengalaman ini dapat mengurangi minat untuk berkunjung kembali. Akibatnya, suasana perpustakaan yang seharusnya kondusif untuk belajar, membaca, dan mencari pengetahuan berubah menjadi lingkungan yang tidak menyenangkan dan penuh ketidaknyamanan.

Untuk mengatasi permasalahan hama di perpustakaan, diperlukan strategi pengendalian hama yang efektif dan berkelanjutan. Banyak lembaga pengendalian hama yang menawarkan berbagai pendekatan, baik secara preventif untuk mencegah infestasi hama sebelum terjadi, maupun secara kuratif untuk mengatasi masalah hama yang sudah ada.

Pendekatan Kuratif

Tindakan kuratif merupakan langkah penanganan setelah hama terdeteksi atau kerusakan sudah terjadi. Langkah ini umumnya melibatkan penggunaan pestisida yang mengandung bahan aktif seperti 1,3-Dichloropropene, Ethylene Oxide, Aluminium Phosphide, Chloropicrin, Magnesium Phosphide, dan Methyl Bromide. Salah satu metode aplikasi yang umum digunakan adalah fumigasi atau pengasapan, yang dapat membunuh hama di area yang luas. Meskipun efektif, penggunaan pestisida secara berkelanjutan memiliki risiko meningkatkan resistensi hama terhadap bahan kimia tersebut. Selain itu, Ethylene Oxide diketahui dapat merusak koleksi berbasis kertas, menurunkan kualitas dokumen bersejarah, dan membahayakan pengguna serta pustakawan.

Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest Management/IPM)

Untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan pestisida, perpustakaan kini lebih banyak mengadopsi metode Pengendalian Hama Terpadu (IPM). IPM adalah pendekatan holistik yang menggabungkan berbagai strategi pengendalian, dengan fokus utama pada pencegahan. Pendekatan ini mencakup identifikasi risiko, pemantauan titik masuk hama, serta pengembangan strategi mitigasi yang aman dan ramah lingkungan.

Beberapa metode dalam IPM meliputi penggunaan Insect Growth Regulator (IGR), modifikasi habitat, dan pengendalian mekanik.

IGR adalah senyawa yang dirancang untuk mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serangga dengan menargetkan tahap spesifik dalam siklus hidupnya. Ada dua jenis utama IGR, yaitu Juvenile Hormone Analogs (JHAs) yang mengganggu keseimbangan hormon serangga, serta Chitin Synthesis Inhibitors (CSIs) yang menghambat pembentukan kitin pada eksoskeleton serangga. IGR dianggap aman bagi manusia dan lingkungan karena efeknya yang spesifik hanya pada serangga target.

Modifikasi habitat dilakukan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang tidak mendukung perkembangan hama. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah menjaga kelembaban tetap rendah, meningkatkan ventilasi, serta mengatur kebersihan dan pencahayaan.

Implementasi IPM memerlukan keterlibatan aktif antara ahli pengendalian hama dan staf perpustakaan. Kolaborasi yang erat memastikan bahwa strategi pengendalian hama berjalan efektif dan konsisten. Melalui kesadaran dan komitmen bersama terhadap pengendalian hama yang berkelanjutan, perpustakaan dapat mempertahankan fungsinya sebagai pusat pengetahuan yang aman, nyaman, dan bebas dari gangguan hama bagi seluruh masyarakat. 

Dengan penerapan IPM, perpustakaan tidak hanya melindungi koleksi berharga dari ancaman hama, tetapi juga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan penelitian bagi generasi saat ini dan masa depan.

Langkah mekanik dan fisik meliputi pemasangan penutup khusus pada celah pintu, penyegelan bukaan pipa dan cerobong dengan saringan atau kawat tembaga untuk mencegah masuknya serangga dan tikus. Selain itu, pengaturan posisi sumber cahaya di luar bangunan juga haruss diperhatikan karena cahaya yang berlebihan dapat menarik serangga menuju perpustakaan.

Author : Rahmidevi Alfiani

REFERENSI                                                     

GreenLeaf. (2015). Five Control Methods for Pests in Museum, Libraries, and Archives. https://www.greenleafpestcontrol.com/2015/09/5-control-methods-for-pests-in-museums-libraries-and-archives/. Diakses pada 29 September 2023.

TGSA. (2020). Pest Management for Public Libraries. https://lam.alaska.gov/pest_management. Diakses pada 29 September 2023.

Thomas.(1988). Study on Integrated Pest Management for Libraries and Archieve. Paris : United Nations Educational Scientific and Cultural Organization.

Made, A.W., et al.(2013). Pedoman Teknis Pengendalian Serangga dan Biota di Perpustakaan. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI. 

KONSULTASI DENGAN AHLI HAMA