Pendekatan Inovatif dalam Pengendalian Nyamuk

Pendekatan Inovatif dalam Pengendalian Nyamuk
30
Kamis, 30 Januari 2025

Nyamuk merupakan salah satu vektor pembawa penyakit yang bertanggung jawab atas penularan berbagai penyakit mematikan seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria, Zika, filariasis, dan chikungunya. Penyakit tersebut telah menjadi ancaman global yang signifikan, terutama di wilayah tropis dan subtropis, karena menyebabkan jutaan infeksi dan ratusan ribu kematian setiap tahunnya.

Untuk mengatasi masalah ini, berbagai upaya pengendalian dengan pendekatan kimia dan biologis telah diterapkan. Upaya pengendalian konvensional berbasis senyawa kimia yang umum digunakan antara lain adalah penggunaan pestisida sintetis, pemanfaatan kelambu yang dilapisi insektisida (ITN), dan aplikasi lotion repelen untuk melindungi manusia dari gigitan nyamuk dewasa. Upaya pengendalian berbasis biologis menggunakan predator alami seperti ikan, amfibi, dan copepoda juga sudah mulai diaplikasikan karena diketahui cukup efektif dalam mengontrol populasi larva nyamuk.

Saat ini, upaya pengendalian nyamuk yang paling praktis dan umum digunakan adalah dengan menggunakan insektisida kimia. Namun, pemaparan dalam jangka waktu yang panjang dapat meningkatkan resistensi nyamuk terhadap bahan kimia tersebut, yang akhirnya akan mengurangi efektivitas pengendalian. Selain itu, penggunaan insektisida kimia sering kali memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti pencemaran tanah dan air, serta risiko terhadap organisme non-target. Karena permasalahan tersebut, mulai dilakukan pencarian metode pengendalian yang lebih efektif.

Beberapa inovasi metode pengendalian yang cukup populer di masyarakat adalah Sterile Insect Technique (SIT), metode berbasis simbion, dan pembentukan nyamuk transgenik.

Teknik Sterile Insect Technique (SIT) melibatkan pelepasan nyamuk jantan mandul yang dihasilkan melalui paparan radiasi gamma di skala laboratorium. Pelepasan nyamuk jantan mandul akan menurunkan kemampuan reproduksi dengan nyamuk betina liar, yang akhirnya menyebabkan penurunan jumlah populasi nyamuk. Di sisi lain, metode berbasis simbion menggunakan bakteri Wolbachia, yang digunakan untuk menginfeksi nyamuk dengan sengaja dan menyebabkan inkompatibilitas reproduksi. Nyamuk jantan yang terinfeksi Wolbachia tidak dapat menghasilkan keturunan yang hidup ketika kawin dengan nyamuk betina liar yang tidak terinfeksi. Seiring waktu, infeksi Wolbachia menyebar dalam populasi nyamuk dan mengurangi jumlah nyamuk yang mampu bereproduksi.

Sementara itu, pembentukan nyamuk transgenik merupakan inovasi yang menggabungkan teknologi rekayasa genetika untuk menciptakan nyamuk dengan sifat-sifat tertentu yang dapat mengurangi populasi mereka. Salah satu perusahaan yang memimpin pengembangan nyamuk transgenik adalah Oxitec yang berfokus pada modifikasi genetik nyamuk, terutama untuk mengendalikan populasi dan mencegah penyebaran penyakit.  

Aedes aegypti adalah salah satu spesies yang digunakan dalam pengembangan teknologi transgenik oleh Oxitec, dengan OX513A sebagai salah satu strain yang berhasil dikembangkan. Pada strain ini, nyamuk jantan dimodifikasi untuk menghasilkan protein tTA yang akan mempengaruhi perkembangan sel pada keturunan yang dihasilkan dari perkawinan antara nyamuk jantan OX513A dan nyamuk betina liar. Ketika keturunan betina lahir, gen modifikasi berbasis tTA akan menyebabkan sel-sel keturunan betina memproduksi protein tTAV yang  akan mengganggu fungsi normal sel-sel mereka. Akibatnya, keturunan betina yang memiliki gen modifikasi ini tidak dapat berkembang lebih lanjut dan mati sebelum mereka mencapai tahap dewasa. Dengan demikian, populasi nyamuk betina akan berkurang, sehingga membantu mengurangi potensi penyebaran penyakit.

Selain teknik pengendalian nyamuk yang telah disebutkan, pendekatan berbasis nanobioteknologi yang fokus pada pengembangan nanopartikel dan nanomaterial juga mulai mendapatkan perhatian sebagai alternatif yang inovatif dalam mengendalikan populasi nyamuk dan penyebaran penyakit.

Pendekatan ini memanfaatkan sifat unik nanopartikel, seperti ukurannya yang kecil, luas permukaan yang besar, dan kemampuan untuk dimodifikasi secara spesifik, sehingga memungkinkan aplikasi yang lebih efektif dan efisien. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa nanopartikel memiliki potensi besar untuk digunakan  sebagai larvisida, pupisida, adultisida, oviposisi deterrent, dan bahkan ovicida, dengan tingkat toksisitas yang tinggi pada konsentrasi rendah.

Dalam sintesis nanopartikel bahan utama yang diperlukan adalah prekursor, agen reduksi, dan agen penstabil. Prekursor digunakan sebagai sumber bahan awal dalam sintesis nanopartikel yang biasanya berupa logam seperti perak (Ag), emas (Au), tembaga (Cu), titanium (Ti), atau seng (Zn), serta oksida logam seperti titanium dioksida (TiO₂) dan seng oksida (ZnO). Agen reduksi digunakan untuk mereduksi prekursor atau ion logam menjadi bentuk logam bebas dalam skala nano. Agen reduksi ini bisa didapatkan dari sumber alami seperti ekstrak tumbuhan yang mengandung senyawa aktif seperti polifenol dan flavonoid. Agen penstabil digunakan untuk menjaga kestabilan nanopartikel yang terbentuk dengan mencegah nanopartikel saling berkumpul atau menggumpal. Bahan penstabil ini bisa berupa polimer alami seperti kitin dan kitosan atau polimer sintetis seperti PVP (polyvinylpyrrolidone), yang efektif dalam menjaga dispersibilitas dan kestabilan nanopartikel.

Salah satu penelitian mengenai nanopartikel dalam pengendalian nyamuk adalah sintesis nanopartikel perak menggunakan ekstrak daun Azadirachta indica. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanopartikel perak tersebut memiliki daya bunuh yang signifikan terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus. Selain itu, nanopartikel berbahan dasar logam lainnya, seperti titanium oksida (TiO₂), juga menunjukkan potensi yang menjanjikan dalam pengendalian larva dan pupa nyamuk dengan nilai LC50 yang rendah. 

Meskipun potensinya sangat menjanjikan, mekanisme toksisitas nanopartikel terhadap kematian nyamuk, termasuk bagaimana nanopartikel berinteraksi dengan struktur biologis mereka dan menyebabkan kematian masih belum diketahui. Beberapa hipotesis menunjukkan bahwa biotoksisitas terhadap instar muda nyamuk mungkin berkaitan dengan kemampuan nanopartikel untuk menembus eksoskeleton. Setelah memasuki ruang intraseluler, nanopartikel dapat berikatan dengan sulfur yang ada pada protein atau fosfor dari DNA, yang menyebabkan denaturasi dari organel dan enzim. Proses ini mengganggu fungsi seluler, mengakibatkan penurunan permeabilitas membran dan pada akhirnya menyebabkan kematian sel. Penurunan fungsi membran sel ini turut berperan dalam merusak sistem fisiologis nyamuk sehingga mempercepat kematiannya.

Dengan adanya kemajuan dalam teknologi dan ilmu pengetahuan, pendekatan inovatif dalam pengendalian nyamuk diharapkan akan semakin berkembang sehingga memberikan alternatif dalam mengatasi tantangan global yang ditimbulkan nyamuk. Inovasi yang dilakukan tidak hanya dapat mengurangi jumlah kasus penyakit yang ditularkan nyamuk, tetapi juga memberikan solusi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Nah, demikian ulasan terkait pendekatan inovatif dalam pengendalian nyamuk. Semoga bermanfaat ya!

Author : Rahmidevi Alfiani 

REFERENSI                                                     

Benelli, G., Caselli, A., & Canale, A. (2017). Nanoparticles for mosquito control: Challenges and constraints. Journal of King Saud University-Science29(4), 424-435.

Mandodan, S., Kunnikuruvan, A., Bora, B., Padmanaban, H., Vijayakumar, A., Gangmei, K., ... & Poopathi, S. (2023). Applications of nanomaterials in mosquito vector control: a review. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine16(11), 479-489.

KONSULTASI DENGAN AHLI HAMA