Nyamuk Mansonia sp. adalah nyamuk rawa karena tahap immature mereka mudah ditemukan di daerah perairan dengan aliran air yang lambat, seperti rawa, sungai, danau, saluran irigasi, dan kolam.
Nyamuk Mansonia tersebar di seluruh negara yang meliputi Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah. Mereka dilaporkan dapat berperan sebagai vektor penyakit di negara-negara tersebut.
Salah satu kasus penyakit yang sering terjadi akibat nyamuk Mansonia adalah filariasis limfatik. Meskipun penyakit filariasis jarang menyebabkan kematian, namun penyakit ini dapat menimbulkan kerugian sosial ekonomi pada penderitanya, yang pada akhirnya menurunkan produktivitas mereka.
Artikel ini akan membahas mengenai nyamuk Mansonia, lengkap dengan penjelasan perannya sebagai vektor penyakit dan cara mengendalikan nyamuk Mansonia. Yuk simak uraian di bawah ini.
Mansonia sp. dapat dikatakan sebagai nyamuk pengganggu karena gigitannya yang terus-menerus dan menyakitkan, serta potensinya menyebarkan penyakit serius bagi manusia.
Nyamuk Mansonia sebagian besar aktif saat senja dan fajar, namun terkadang menggigit pada malam hari di dalam ruangan dan sebagian besar di luar ruangan. Nyamuk Mansonia betina secara agresif menggigit manusia dan mamalia lainnya, seperti sapi, domba, kambing, kuda, anjing, kucing, marsupial, babi, kanguru, monyet dan siamang, serta teramati juga menggigit unggas dan burung.
Nyamuk Mansonia bersifat holometabola, yaitu mengalami metamorfosis sempurna dengan siklus hidupnya terdiri dari tahap telur, larva, pupa, dan dewasa.
Telur dari nyamuk Mansonia sering ditemukan di bawah daun makrofita air dan telur tersebut membentuk roset. Nyamuk betina dewasa biasanya akan duduk di tepi daun yang mengambang dan menjulurkan perutnya ke bagian bawah daun, selanjutnya mereka akan menempelkan telurnya di sana.
Tahap larva dan pupa juga diketahui menempel pada bagian tumbuhan air yang terendam untuk memperoleh oksigen dan menghindari pemangsaan. Struktur yang membantu mereka untuk proses respirasi adalah siphon untuk larva dan trumpet untuk pupa.
Larva nyamuk Mansonia banyak ditemukan di sungai yang memiliki vegetasi lebat di sepanjang tepinya dan di rawa-rawa. Larva dan pupa nyamuk Mansonia ditemukan menempel pada akar tanaman di air tawar, seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan selada air (Pistia stratiotes).
Nyamuk dewasa berukuran sedang dengan panjang sayap betina sekitar 4 mm. Bagian palp, kaki, sayap, dan badan memiliki corak berwarna gelap dan pucat, biasanya berwarna coklat atau putih dan krem. Di alam, mereka memiliki masa hidup selama 30 hari dalam kondisi curah hujan yang cukup.
Nyamuk Mansonia terlibat dalam penularan penyakit akibat arbovirus (virus Banzi, Bunyamwera, Chikungunya, Rift Valley fever, Ross River, Murray Valley encephalitis, Kunjin, Edge Hill, Sindbis, Spondweni, Wesselsbron) dan yang paling terkenal adalah penyebab penyakit filariasis limfatik.
Filariasis limfatik merupakan penyakit tropis terabaikan yang ditargetkan untuk dihilangkan pada tahun 2030. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Wuchereria dan Brugia (Spirurida, Onchocercidae) yang ditularkan oleh beberapa spesies nyamuk, termasuk Mansonia sp.
Jenis parasit filariasis limfatik yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Di Kalimantan, parasit tersebut berhasil di isolasi dari nyamuk jenis Mansonia uniformis dan Mansonia dives.
Penyakit filariasis limfatik jarang menyebabkan kematian, namun penyakit ini menyebabkan morbiditas dan kecacatan besar pada penderitanya yang dapat menimbulkan pengucilan sosial.
Penularan filariasis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keberadaan penderita positif mikrofilaria dan hewan reservoir, kepadatan vektor penular, perilaku masyarakat, dan faktor ekologi yang mempengaruhi kepadatan vektor. Jenis hewan reservoir yang banyak terserang cacing filaria adalah kucing (Felis catus), anjing (Canis familiaris), dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Mansonia uniformis mempunyai perilaku menghisap darah di malam hari dan umumnya ditemukan di luar rumah. Berdasarkan perilaku tersebut, aktivitas manusia yang dilakukan di luar rumah pada malam hari berpotensi meningkatkan risiko penularan filariasis.
Nyamuk Mansonia yang aktif mencari inang di malam hari dan terkadang berada di dalam ruangan memungkinkan mereka dikendalikan dengan metode Indoor Residual Spraying (IRS) dan Long-lasting insecticide-treated nets (LLIN).
IRS melibatkan penyemprotan insektisida di dalam rumah pada permukaan yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan nyamuk. Bahan aktif insektisida yang akhir-akhir ini digunakan untuk metode IRS adalah bediocarb.
Metode LLIN dibuat di pabrik menggunakan kain yang diberi insektisida, biasanya piretroid. Berdasarkan teknologi kain baru yang unik dan kelemahan yang terkait dengan insecticide-treated nets (ITN) konvensional, LLIN diciptakan untuk tahan terhadap pencucian berulang hingga dua puluh kali saat digunakan di kondisi lapangan.
LLIN ini memberikan penghalang fisik terhadap nyamuk, dan sebagai tambahan, mengusir atau membunuh nyamuk setelah bersentuhan dengan bahan kimia pada kain. Dengan cara ini, LLIN menawarkan perlindungan dan pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk baik di tingkat individu maupun komunitas untuk jangka waktu yang lebih lama.
Fakta bahwa LLIN tidak memerlukan perawatan ulang mengakibatkan penggunaan insektisida yang lebih rendah dan akibatnya emisi insektisida ke lingkungan juga lebih rendah.
Penolak nyamuk (repelan) adalah zat yang tidak membunuh nyamuk namun mencegah nyamuk menggigit manusia. Penolak nyamuk yang paling umum digunakan adalah repelan yang mampu menghilangkan aroma manusia, menjadikannya penolak serangga yang efisien.
Di antara penolak nyamuk serangga sintetik, DEET (N, N-diethyl-m-toluamide or N,Ndiethyl-3-methylbenzamide) adalah bahan repelan yang paling tahan lama sebagai penolak nyamuk. Namun, penggunaan repelan sintetik banyak menuai kritik karena membuat nyamuk resisten terhadap insektisida, merugikan organisme yang bukan sasarannya, dan mengancam ekosistem.
Setiap tahun, metode ramah lingkungan baru yang menjanjikan dikembangkan untuk secara bertahap menggantikan metode berbahaya dalam mengendalikan nyamuk. Beberapa metode yang dikembangkan adalah modifikasi genetik, penggunaan agen hayati, ikan predator, bakteri, protozoa, nematoda, dan jamur.
Larva Hidrofilid dan Dytiscids (kumbang air) serta ikan Gambusia holbrooki diketahui memakan telur nyamuk Mansonia. Selain itu, beberapa hewan, seperti capung, laba-laba, dan katak merupakan predator nyamuk dewasa.
Selain metode yang dijelaskan sebelumnya, pengurangan tumbuhan inang perairan melalui pemusnahan secara fisik atau penggunaan herbisida adalah cara alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah larva nyamuk Mansonia.
Demikian informasi terkait nyamuk mansonia. Semoga bermanfaat, ya!
Apabila sedang mencari perusahaan pengendalian hama berlisensi, Ahli Hama dapat dipilih sebagai lembaga independen terpercaya.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931
Author : Dherika
Referensi
Araya, D.R., Mathias, D., & Nathan, B.C. (2024). A Mosquito Mansonia titillans (Walker) (Insecta: Diptera: Culicidae: Culicinae: Mansoniini). Agricultural and Horticultural Enterprises, EENY-765: 1-7. Doi: 10.32473/edis-in1314-2020.
Bamou, R., Mayi, M.P.A., Borel, D.T., Stella, M.N.N., Elysee, N., Antony, J.C., Parfait, A.A., Philipe, P., Timoleon, T., & Christophe, A.N. (2021). An update on the mosquito fauna and mosquito‑borne diseases distribution in Cameroon. Parasites & Vectors, 14(527): 1-15. https://doi.org/10.1186/s13071-021-04950-9.
Hamidian, S.A., Abai, M.R., & Behzad, N. (2020). Mansonia uniformis (Diptera: Culicidae), a genus and species new to southwestern Asia, with a review of its medical and veterinary importance. Zootaxa, 4772(2): 385-395. https://doi.org/10.11646/zootaxa.4772.2.10.
iNaturalist. (2024). Mansonia uniformis. Retrieved from https://www.inaturalist.org/taxa/155449-Mansonia-uniformis (Accessed: June 30th, 2024).
Onen, H., Luzala, M.M., Kigozi, S., Sikumbili, R.M., Muanga, C.-J.K., Zola, E.N., Wendji, S.N., Buya, A.B., Balciunaitiene, A., Viškelis, J., et al. (2023). Mosquito-Borne Diseases and Their Control Strategies: An Overview Focused on Green Synthesized Plant-Based Metallic Nanoparticles. Insects, 14(221):1-36. https://doi.org/10.3390/insects14030221.
Ridha, M.R., Rahayu, N., Budi, H., Dian, P., & Harninda, K. (2020). Biodiversity of mosquitoes and Mansonia uniformis as a potential vector of Wuchereria bancrofti in Hulu Sungai Utara District, South Kalimantan, Indonesia. Veterinary World, 13(12): 2815-2821. Doi: www.doi.org/10.14202/vetworld.2020.2815-2821.
UNAIR News. (2020). Distribusi Global dari Lymphatic Filariasis, 2000-2018: Analisis Geospasial. Retrieved from https://news.unair.ac.id/2020/10/02/distribusi-global-dari-lymphatic-filariasis-2000-2018-analisis-geospasial/ (Accessed: June 30th, 2024).