Toxorhynchites sp., umumnya dikenal sebagai nyamuk gajah, merupakan salah satu spesies nyamuk terbesar yang diketahui di Amerika Utara. Nyamuk ini dianggap sebagai serangga yang cantik karena memiliki warna-warna cerah, seperti biru, kuning, dan ungu di sepanjang tubuh dan kakinya (Morrison et al., 2023; Alomar & Alto, 2022). Larva Toxorhynchites adalah predator akuatik yang memangsa invertebrata air dengan preferensinya adalah larva dari spesies nyamuk lain. Nyamuk dewasa (jantan dan betina) aktif di siang hari untuk mencari sumber kaya karbohidrat, seperti nektar, honeydew, dan buah, serta mereka tidak membutuhkan darah. Hal ini yang membuat spesies nyamuk ini tidak berbahaya bagi manusia dan hewan karena mereka tidak mampu menularkan patogen melalui gigitan. Individu betina bersifat autogenous dan memperoleh semua kebutuhan nutrisi untuk perkembangan telur di masa dewasa dari konsumsi mangsa selama tahap larva (Alomar & Alto, 2022).
Karakteristik dan Siklus Hidup
A. Telur dari Toxorhynchites
Gambar 1. Telur dari Toxorhynchites (Alomar & Alto, 2022).
Telur dari Toxorhynchites berwarna putih krem dan berbentuk lonjong (mirip bola rugby, bentuk ellipsoidal memanjang) (Gambar 1). Betina menyimpan telurnya satu per satu di permukaan air. Telur ini bersifat hidrofobik yang memungkinkannya mengapung di atas permukaan air hingga munculnya larva instar pertama. Selain itu, permukaan telur yang hidrofobik memungkinkan pergerakan yang bebas jika ada gangguan. Masa inkubasi telur Toxorhynchites berkisar antara 40 hingga 60 jam yang tergantung pada suhu. Telur tidak tahan terhadap kekeringan sehingga telur harus bersentuhan dengan air agar tetap bertahan hidup (Alomar & Alto, 2022).
B. Larva dari Toxorhynchites
Gambar 2. Larva dari Toxorhynchites yang Dibandingkan dengan Uang Koin (U.S. penny) (Kiri) dan Larva dari Culex sp. (Kanan) (Alomar & Alto, 2022; Donald et al., 2020).
Larva dari Toxorhynchites berukuran lebih besar dan warnanya lebih gelap dibandingkan kebanyakan spesies nyamuk lainnya (Gambar 2). Tubuh bagian dorsalnya berwarna merah tua, sedangkan bagian ventralnya berwarna putih pucat keabu-abuan. Kepala larva berbentuk persegi yang terdiri dari sepasang mata majemuk, mulut, dan antena. Bagian mulut larva Toxorhynchites yang banyak mengandung kitin memiliki mandibula seperti sisir yang digunakan untuk menggenggam dan memakan mangsa di air. Larva ini dapat berkembang di lubang pohon, pangkal daun tanaman, bambu, dan dalam wadah buatan, misalnya kaleng, piring pot bunga, dan ban bekas (Alomar & Alto, 2022).
C. Pupa dari Toxorhynchites
Gambar 3. Pupa dari Toxorhynchites (Alomar & Alto, 2022).
Pupa dari Toxorhynchites memiliki bentuk seperti koma yang lebih besar dari kebanyakan pupa nyamuk lainnya. Pupa terdiri dari kepala dan toraks yang menyatu menjadi cephalothorax, serta abdomen (Gambar 3). Cephalothorax mempunyai sepasang respiratory trumpets yang terletak pada permukaan dorsalnya dimana organ ini digunakan untuk memperoleh oksigen langsung dari udara. Abdomennya mempunyai delapan ruas dengan sepasang paddle di puncaknya yang digunakan untuk berenang. Individu yang baru menjadi pupa berwarna coklat muda dan menjadi coklat tua sampai hitam sebelum dewasa. Perkembangan tahap pupa berlangsung dari 3 hingga 7 hari, tetapi ada pula yang mengamati waktu perkembangan selama 23 hari. Pupa adalah tahap perkembangan yang tidak membutuhkan asupan makanan (Alomar & Alto, 2022).
D. Nyamuk Toxorhynchites Dewasa
Gambar 4. Toxorhynchites Dewasa (Alomar & Alto, 2022).
Toxorhynchites dewasa memiliki ukuran tubuh yang besar dengan panjang sayap 1/2 inci dan panjang tubuh 1/4 inci (Morrison et al., 2023). Tubuh individu dewasa terdiri dari 3 bagian, yakni kepala (antena, mata, probosis, dan palp), toraks (sayap dan kaki), dan abdomen (genitalia) (Gambar 4).
Gambar 5. Probosis dari Toxorhynchites Dewasa (Alomar & Alto, 2022).
Probosisnya sangat panjang dan melengkung ke bawah dengan sudut 90 derajat atau lebih (Gambar 5) (Alomar & Alto, 2022). Berdasarkan karakteristik inilah mereka dinamakan sebagai nyamuk gajah (Morrison et al., 2023). Toraks dan seluruh tubuhnya memiliki corak dengan berbagai warna, termasuk biru, putih, hijau, dan ungu (Alomar & Alto, 2022).
Gambar 6. Toxorhynchites Jantan (Kiri) dan Betina (Kanan) (Morrison et al., 2023).
Jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan antenanya dimana jantan memiliki antena yang sangat berbulu, sedangkan betina hanya memiliki sedikit rambut pendek (Gambar 6) (Morrison et al., 2023).
Pemanfaatannya sebagai Agen Pengendalian Hayati terhadap Hama
Gambar 7. Larva Nyamuk Toxorhynchites sp. Memangsa Larva Nyamuk Culex sp. (Morrison et al., 2023)
Larva dari Toxorhynchites dapat memakan larva nyamuk dari spesies lainnya (Gambar 7). Larva Toxorhynchites dikenal sebagai predator yang rakus dan menunjukkan perilaku membunuh kompulsif prapupa terhadap larva mangsa. Satu larva Toxorhynchites dapat memakan hingga 5.000 larva mangsa selama perkembangannya (Morrison et al., 2023; Alomar & Alto, 2022).
Gambar 8. Perilaku Memangsa Larva Toxorhynchites amboinensis Terhadap Aedes aegypti (Hancock et al., 2022).
Tahapan larva Toxorhynchites memangsa larva nyamuk dari spesies lainnya telah dilaporkan oleh Hancock et al., (2022). Berdasarkan gambar 8, mula-mula struktur lateral palatal brushes (LPB) yang dimiliki larva Toxorhynchites dalam posisi istirahat dengan antena ke depan dan leher tidak terentang (Gambar 8a). Serangan dimulai saat leher memanjang dan terjadi penyempitan segmen perut anterior, serta LPB berayun ke posisi terbuka (Gambar 8b). Leher semakin memanjang dengan LPB yang mengipasi dan mandibula yang menganga terlihat jelas (Gambar 8c). LPB sudah terbentuk sempurna untuk menangkap mangsa dan mandibula merobek larva mangsa tersebut (Gambar 8d). LPB dan mandibula menggenggam erat mangsanya saat kepala dikembalikan ke posisi normal di dada (Gambar 8e). Akhirnya, LPB dan mandibula menutup serta kembali pada posisi semula (Gambar 8f).
Larva Toxorhynchites sp. secara berkala telah disarankan sepanjang abad ke-20 sebagai metode alternatif untuk mengendalikan spesies vektor (Donald et al., 2020). Penelitian sebelumnya telah melakukan pembedahan pada larva Toxorhynchites rutilus yang ditangkap secara liar untuk menentukan jenis mangsa yang tertelan dari sisa-sisa eksoskeletal di usus tengahnya. Hasil yang dilaporkan adalah larva ini secara signifikan memangsa larva dari Aedes albopictus, tetapi menunjukkan nilai yang rendah terhadap Orthopodomyia signifera dan Toxorhynchites rutilus. Nilai rendah yang didapatkan dapat menjelaskan bahwa larva ini memiliki sifat kanibalisme terhadap sesamanya meskipun rendah. Selain itu, dilaporkan pula bahwa keberadaan larva instar keempat dari Toxorhynchites rutilus secara signifikan mengurangi kelimpahan larva tahap akhir dari Aedes triseriatus (Alomar & Alto, 2022). Penelitian lain menggunakan spesies yang berbeda, yakni pada Toxorhynchites splendens telah menunjukkan preferensi predasi terhadap larva Aedes aegypti dibandingkan dengan Aedes albopictus dan Anopheles sinensis, serta dilaporkan akan memakan Culex quinquefasciatus ketika tidak ada mangsa lain yang tersedia (Donald et al., 2020).
Berbagai uji coba telah dilakukan dengan hasil yang menyebutkan bahwa pemanfaatan larva dari nyamuk Toxorhynchites sp. berpotensi sebagai agen pengendalian hayati terhadap spesies nyamuk vektor penyakit. Namun, kenyataannya pengendalian secara biologis menggunakan spesies nyamuk ini jarang terjadi karena beberapa hal yang membatasi penggunaan praktisnya (Morrison et al., 2023). Di lapangan, jumlah populasi Toxorhynchites lebih rendah dibandingkan mangsanya karena produksi telur yang jauh lebih sedikit. Hal ini semakin diperburuk dengan risiko kanibalisme antar keturunan. Oleh karena itu, peningkatan populasi melalui pemeliharaan lokal dan pelepasan individu tambahan secara berkala diperlukan. Tetapi, proses pemeliharaannya secara massal sangat sulit dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal itu merupakan faktor-faktor yang membatasi penerapan pengendaliannya saat ini (Donald et al., 2020). Meskipun nyamuk Toxorhynchites sp. mempunyai potensi sebagai agen pengendalian hayati untuk spesies hama nyamuk, diperlukan lebih banyak penelitian dan perancangan strategi sebelum nyamuk-nyamuk tersebut dapat dimasukkan ke dalam instalasi pengelolaan nyamuk terpadu (Morrison et al., 2023). Penggunaan Toxorhynchites sp. saja untuk memberantas populasi vektor nyamuk memiliki keberhasilan yang terbatas sehingga menggabungkan metode biologis ini dengan alat pengendalian nyamuk terintegrasi lainnya, seperti pemaparan bioinsektisida, dapat meningkatkan hasil pengendalian terhadap populasi vektor nyamuk (Alomar & Alto, 2022).
REFERENSI
Alomar, A.A., & Alto, B.W. (2022). Elephant Mosquito Toxorhynchites rutilus Coquillett, 1896 (Insecta: Diptera: Culicidae). IFAS Extension, University of Florida: 1-6. https://doi.org/10.32473/edis-IN1380-2022.
Donald, C.L., Siriyasatien, P., & Alain, K. (2020). Toxorhynchites Species: A Review of Current Knowledge. Insects, 11(747): 1-17. Doi:10.3390/insects11110747.
Hancock, R.G., Boyd, T., Shannon, M., Aaron, S., W.A, Foster., & L.P, Lounibos. (2022). Mosquitoe Eating Mosquitoes: How Toxorhynchites amboinensis, Psorophora ciliata, and Sabethes cyaneus (Diptera: Culicidae) Capture Prey. Annals of the Entomological Society of America, 115(6): 461-471. https://doi.org/10.1093/aesa/saac017.
Morrison, A., Oliver, J., & Karla, A. (2023). Elephant Mosquitos, Toxorhynchites rutlius, and Their Potential Use as a Biological Control. Tennessee State University, ANR-ENT-01-2023: 1-5.