Lem tikus adalah metode populer dalam pengendalian hama untuk menangkap tikus tanpa menggunakan racun atau perangkap mekanis. Keunggulan utama produk ini adalah kemampuannya untuk menangkap tikus dengan aman, tanpa risiko keracunan bagi hewan peliharaan atau manusia, jika digunakan dengan hati-hati.
Lem tikus terbuat dari campuran bahan sintetis dan alami yang menciptakan permukaan sangat lengket. Komponen utama dalam pembuatannya meliputi polyisobutylene, karet butil, resin petroleum C5, resin terpine, minyak naftena, minyak nabati, bubuk talcum, dan agen anti-penuaan seperti BHT (Butylated Hydroxytoluene)
Polyisobutylene adalah bahan perekat utama dengan daya rekat kuat dan ketahanan terhadap kelembapan serta suhu ekstrem, menjadikannya ideal untuk penggunaan jangka panjang. Selain daya rekatnya yang sangat kuat, polyisobutylene juga memiliki kelebihan lainnya, seperti tidak beracun, mudah digunakan tanpa perlu umpan atau pengaturan ulang, serta biaya yang efisien karena umur simpan yang panjang dan minim perawatan.
Karet butil ditambahkan untuk meningkatkan kelenturan dan daya tahan lem, sehingga tidak mudah retak atau patah. Resin petroleum C5 berfungsi untuk memberikan daya rekat jangka panjang, sementara resin terpine meningkatkan efektivitas lem terhadap tikus. Penambahan minyak naftena dan minyak nabati mengatur viskositas dan konsistensi lem, membuatnya lebih mudah diaplikasikan. Bubuk talcum digunakan untuk mengurangi biaya produksi dan menjaga lem tetap mudah diaplikasikan tanpa terlalu lengket, sementara agen anti-penuaan seperti BHT memperpanjang umur simpan produk dengan mencegah degradasi bahan perekat.
Untuk meningkatkan efektivitasnya, beberapa lem tikus bahkan dilengkapi dengan aroma atau zat yang menarik perhatian tikus, seperti selai kacang dan keju. Ada juga perangkap lem yang sudah dilengkapi dengan pemikat khusus yang efektif menarik tikus tanpa perlu menambahkan umpan lagi.
Lem tikus bekerja dengan prinsip sederhana, yaitu hanya dengan menaruhnya pada situs yang sering dilalui oleh tikus, seperti di dekat tempat sampah, saluran pembuangan air, atau pada titik masuk ke rumah. Ketika tikus berjalan di atas lem tersebut, kaki mereka akan terjebak dan menempel pada permukaan lem yang sangat lengket. Setelah tikus terjebak, mereka tidak dapat melarikan diri meskipun mencoba untuk bergerak.
Lem tikus memiliki sejumlah kelebihan yang membuatnya menjadi pilihan populer dalam pengendalian hama. Pertama, lem tikus sangat mudah digunakan, cukup dengan mengoleskan lem pada permukaan yang diinginkan, seperti papan atau karton, tanpa memerlukan peralatan tambahan atau penanganan rumit. Selain itu, lem tikus tidak memerlukan perawatan khusus setelah diterapkan, berbeda dengan perangkap mekanis yang membutuhkan perhatian lebih lanjut. Keunggulan lainnya adalah kemampuannya untuk menangkap lebih dari satu tikus dalam satu waktu. Jika lebih dari satu tikus melintasi lem yang sama, semuanya bisa terperangkap dalam satu kali pemasangan. Namun, penggunaan lem tikus juga memiliki kekurangan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah bahwa lem tikus tidak ideal digunakan di area yang memiliki banyak aktivitas manusia atau hewan peliharaan, karena lem bisa menempel pada tempat yang tidak diinginkan atau menyebabkan risiko paparan. Selain itu, penggunaan lem tikus yang berlebihan atau tidak hati-hati meningkatkan potensi lem terjatuh di permukaan lain sehingga hewan non target dan manusia dapat tersangkut tanpa sengaja.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, lem tikus tetap menjadi salah satu metode pengendalian tikus yang masih umum digunakan. Penggunaannya yang sederhana, tanpa perlu umpan tambahan, dan kemampuannya untuk menangkap lebih dari satu tikus sekaligus menjadikannya solusi praktis. Namun, perhatian khusus harus diberikan pada penempatan dan penggunaan lem tikus untuk menghindari potensi risiko bagi hewan peliharaan atau manusia.
Author : Rahmidevi Alfiani
REFERENSI
Corrigan, R. M. (1998). The efficacy of glue traps against wild populations of house mice, Mus domesticus Rutty. In Proceedings of the Vertebrate Pest Conference (Vol. 18, No. 18).
Drummond, D. C. (2003). Better mouse traps: the history of their development in the USA.
Kern, W. H., & Kohler, P. G. (1991). Non-chemical rodent control. University of Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agriculture Sciences, EDIS.
Sangalov, Y. A., Minske, K. S., & Zaikov, V. G. (2006). COMPOSITES AND FIELDS OF APPLICATION OF POLYISOBUTYLENES. New Developments in Physical Organic Chemistry, 139.