Keberadaan Hama pada tanaman pertanian dapat menjadi masalah serius yang mengancam hasil panen dan produktivitas pertanian secara keseluruhan.
Pada beberapa tahun terakhir, salah satu kelompok hama yang menyebabkan kerusakan yang signifikan pada tanaman pertanian di seluruh dunia adalah kutu putih atau Whiteflies.
Banyak spesies ditemukan di seluruh dunia, terutama di iklim tropis dan subtropis. Sepanjang abad ke-20, beberapa spesies kutu putih seperti Bemisia tabaci (Gennadius) dan Trialeurodes vaporariorum (Westwood) telah terkenal sebagai hama tanaman di daerah beriklim hangat, baik di lapangan maupun pada tanaman yang dibudidayakan dalam rumah kaca.
Perlu dipahami bahwa walaupun dalam bahasa indonesia fly diartikan sebagai lalat, whiteflies sebetulnya termasuk ke dalam ordo (Hemiptera : Aleyrodidae) yang lebih dekat secara taksonomi dengan belalang dan kutu, sedangkan lalat termasuk ke dalam ordo Diptera.
Lalu, apa yang menyebabkan kutu putih dianggap sebagai hama bagi pertanian?
Mari kita telusuri lebih dalam mengenai dampak merugikan yang diakibatkan oleh keberadaan kutu busuk, interaksi mereka dengan tanaman, dan cara mengatasinya.
Mengapa Mereka Mereka Menjadi Hama?
Perilaku Makan Kutu Putih
Kutu putih merupakan serangga yang membutuhkan sari-sari tumbuhan yang terutama terdiri dari air, gula, dan nutrisi lainnya untuk tumbuh dan berkembang. Mereka memiliki probosis, struktur mirip tabung yang panjang dan ramping.
Ketika kutu putih menemukan tanaman inangnya, mereka menancapkan probosis yang berbentuk seperti tabung yang panjang dan ramping ke dalam jaringan tanaman untuk mengakses dan menghisap sari-sari tumbuhan.
Kutu putih biasanya lebih sering ditemukan menyerang bagian-bagian tanaman yang lebih muda dan lembut, seperti daun muda, ujung pucuk, tunas, dan batang muda. Hal ini karena bagian-bagian tanaman yang lebih muda memiliki jaringan yang lebih lembut dan lebih mudah dihisap oleh kutu putih.
Selain itu, kutu putih juga sering kali berkumpul di bagian bawah daun, terutama di bagian yang lebih terlindungi dan gelap. Mereka dapat membentuk koloni di sana dan secara intensif menghisap cairan tumbuhan dari jaringan daun. Pada saat yang sama, kutu putih juga dapat ditemukan di bagian atas daun, terutama jika infestasi sudah parah.
Beberapa contoh tanaman yang seringkali menjadi target serangan kutu putih diantaranya adalah tomat, cabai, terong, kentang, kubis, kacang-kacangan, pohon apel, pohon zaitun, pepaya, jeruk, dan melon. Selain itu, kutu putih juga bisa menyerang tanaman hias seperti anggrek, begonia, dan poinsettia.
Siklus Hidup Kutu Putih
Siklus hidup kutu putih dimulai ketika betina meletakkan telurnya di daun atau batang tanaman inang. Telur kutu putih biasanya berbentuk oval dan kecil, dan diletakkan dalam kelompok di dekat tempat penghisapan.
Rentang jumlah telur yang dihasilkan oleh satu betina kutu putih berkisar antara 50 hingga 400 telur, dengan rata-rata sekitar 160 telur. Diperkirakan sekitar dua per tiga dari jumlah telur yang dihasilkan adalah betina, yang memungkinkan untuk pertumbuhan populasi yang cepat dalam kondisi lingkungan yang sesuai.
Setelah menetas, telur menghasilkan nimfa kutu putih. Stadium nimfa adalah tahap pertumbuhan aktif dimana kutu putih masih belum dewasa sepenuhnya. Bentuk nimfa mirip dengan dewasa, tetapi biasanya lebih kecil dan tidak memiliki sayap. Stadium inilah yang menyebabkan kerusakan utama pada tanaman. Meskipun stadium dewasa kutu putih juga menghisap cairan tumbuhan, stadium nimfa biasanya yang menyebabkan sebagian besar kerusakan.
Hal ini karena pada stadium awal, kutu putih aktif secara intensif menghisap cairan tumbuhan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka yang cepat. Karena mereka belum dewasa sepenuhnya, mereka membutuhkan lebih banyak energi untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, serangan yang berulang oleh stadium nimfa kutu putih dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada tanaman, seperti daun menjadi kuning, layu, atau bahkan mati.
Setelah beberapa waktu sebagai nimfa, kutu putih akan memasuki tahap pupa. Pada tahap ini, mereka biasanya tidak melakukan aktivitas makan dan lebih banyak memusatkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Setelah masa pupa selesai, kutu putih mencapai tahap dewasa. Dewasa memiliki sayap dan kemampuan untuk terbang, serta kemampuan untuk berkembang biak dan meletakkan telur. Dewasa biasanya memulai siklus hidup baru dengan mencari tanaman inang dan meletakkan telur di sana.
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan siklus hidup kutu putih dapat bervariasi berdasarkan suhu lingkungan. Di bawah suhu yang hangat (sekitar 86°F atau sekitar 30°C), siklus hidup kutu putih dari telur hingga dewasa dapat selesai dalam waktu sekitar 18 hari. Namun, di bawah kondisi yang lebih dingin, seperti suhu yang lebih rendah, siklus hidup ini dapat memakan waktu lebih lama, mungkin hingga 2 bulan.
Kerusakan Lansung dan Tidak Lansung
Selain kerusakan lansung (direct damage) yang disebabkan oleh perilaku menghisap cairan tersebut, kutu putih juga dapat menyebabkan kerusakan secara tidak lansung (indirect damage).
Kerusakan tidak langsung terjadi sebagai akibat dari perilaku dan interaksi kutu putih yang berdampak pada tanaman inang, tetapi tidak secara langsung merusak jaringan tanaman.
Salah satu contoh kerusakan tidak langsung adalah ketika kutu putih mengeluarkan honeydew atau zat manis yang merupakan produk sampingan yang dikeluarkan melaui anus mereka selama proses penghisapan cairan tumbuhan.
Honeydew akan menutupi permukaan tanaman dan menciptakan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan jamur saprofit, seperti jamur kehitaman (sooty mold). Keberadaan Sooty mold pada permukaan daun dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis sehingga lebih lanjut akan menyebabkan penurunan pertumbuhan dan produktivitas.
Kerusakan tidak langsung juga dapat terjadi ketika kutu putih bertindak sebagai vektor penyakit, menularkan virus penyakit tanaman dari satu tanaman ke tanaman lainnya selama proses menghisap.
Beberapa genera virus yang dapat ditularkan oleh kutu putih adalah Begomovirus, Carlavirus, Criniviruses, Ipovirus, dan Torradovirus. Infestasi virus-virus tersebut akan mengakibatkan beberapa jenis penyakit, seperti mosaic virus, leafhopper, leafroll, dan kekerdilan pada tanaman hias dan sayuran
Apa yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Keberadaan Kutu Putih?
Kutu putih dapat berkembang biak di berbagai jenis tanaman agronomi dan non-agronomi di sepanjang lanskap pertanian. Populasi harus dikelola dengan baik di semua tanaman untuk meminimalkan potensi infestasi dan kerusakan pada tanaman yang akan ditanam selanjutnya.
Pencegahan Budaya (Cultural Control)
Pengendalian budaya (cultural control) merupakan salah satu strategi pengelolaan yang melibatkan praktik-praktik budaya atau perubahan perilaku dalam pengelolaan tanaman untuk mengurangi atau mencegah infestasi kutu putih.
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah melakukan pemeriksaan kesehatan tanaman sebelum menambahkan tanaman baru ke koleksi yang sudah ada.
Jika ditemukan tanaman yang sudah terinfestasi secara signifikan, terutama dengan stadium nimfa dan pupa yang tidak dapat bergerak, sebaiknya daun-daun tua yang terinfestasi tersebut dihapus secara manual dengan tangan. Ini membantu mengurangi populasi kutu putih dan mengurangi kemungkinan penyebaran infestasi ke tanaman lainnya.
Pengendalian Mekanis
Pengendalian mekanis meliputi penggunaan perangkap, pembersihan dan pemeliharaan, serta penggunaan vakum.
Perangkap berwarna kuning cerah dapat sangat membantu dalam mengontrol infestasi ringan kutu putih di dalam rumah kaca. Kutu putih dewasa biasanya akan tertarik pada warna kuning dan akan terjebak di permukaan lengket.
Perangkap ini dapat dibuat dari selembar karton dengan ukuran 12x6 inci. Cat kedua sisi perangkap dengan warna kuning cerah dan lapisi dengan zat lengket, seperti Tanglefoot, petroleum jelly, campuran petroleum jelly/minyak mineral.
Perangkap harus dibersihkan secara berkala unttuk menghilangkan serangga dan kotoran lainnya. Untuk menghindari menangkap terlalu banyak musuh alami kutu putih, perangkap lebih baik digunakan saat kutu putih pertama kali muncul.
Teknik mekanis lain yang dapat membantu mengendalikan kutu putih adalah dengan menggunakan vakum tangan.
Penggunaan mesin vacuum lebih baik digunakan pada pagi hari ketika suhu masih sejuk dan mobilitas kutu putih yang masih lambat. Kantong vakum yang sudah berisi serangga dimasukan ke dalam kantong plastik besar dan dibekukan selama 24 jam untuk membunuhkutu putih. Vakum pada kutu putih dewasa paling membantu dan efektif saat infestasi baru dimulai.
Pengendalian Biologis
Pengendalian biologis dapat dilakukan menggunakan sejumlah organisme yang berperan sebagai predator alami kutu putih.
Beberapa diantaranya adalah laba-laba yang biasanya memangsa fase dewasa kutu putih. Selain itu, serangga kumbang mata besar, larva lacewing, pirat kecil, dan kumbang keladi adalah predator umum telur dan nimfa kutu putih.
Beberapa spesies lebah kecil, termasuk yang ada dalam genus Encarsia dan Eretmocerus, menjadi parasit bagi telur dan nimfa kutu putih. Patogen insektisida alami, termasuk Isaria dan Beauveria, juga dapat menekan populasi kutu putih dalam kondisi lingkungan yang optimal.
Untuk menjaga keberadaan musuh alami tersebut, penggunaan insektisida sebaiknya tidak dilakukan saat populasi serangga (kutu putih atau spesies lain) berada di bawah ambang batas perlakuan yang direkomendasikan. Populasi kutu putih yang rendah dapat ditekan oleh musuh alami hingga titik di mana penggunaan insektisida tidak diperlukan.
Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimia dapat dilakukan menggunakan insektisida yang efektif, baik sebagai tindakan kuratif berdasarkan ambang batas spesifik tanaman maupun sebagai tindakan preventif dan resistensi tanaman inang terhadap virus yang ditularkan oleh kutu putih.
Pemilihan insektisida yang tepat akan bervariasi tergantung pada tanaman dan situasi, dan pemahaman tentang tahap hidup target dan cara kerjanya akan membantu dalam merancang program pengendalian yang optimal.
Namun, dalam banyak kasus, pengendalian kutu putih dengan insektisida telah sulit dilakukan karena mereka telah mengembangkan resistensi terhadap beberapa bahan kimia. Karena resistensi ini, produk tertentu mungkin bekerja dengan baik di satu area, namun tidak di area lain.
Maka dari ittu, untuk mengurangi kemungkinan resistensi, disarankan untuk mengganti jenis bahan kimia yang digunakan secara bergantian.
Selain itu, telur dan fase pupa umumnya tidak rentan terhadap insektisida seperti halnya nimfa dan dewasa. Oleh karena itu, pemberantasan populasi kutu kebul biasanya memerlukan empat hingga lima kali penggunaan insektisida terdaftar dengan interval lima hingga tujuh hari.
Insektisida yang dijual bebas yang biasa digunakan untuk mengendalikan kutu kebul antara lain minyak nimba, sabun insektisida, minyak hortikultura, piretrin, permetrin, imidacloprid, dan malathion.
Demikian informasi tentang kutu putih. Semoga bermanfaat, ya!
Apabila sedang mencari perusahaan pengendalian hama berlisensi. Ahli Hama dapat dipilih sebagai lembaga independen terpercaya.
Di sini menyediakan berbagai jenis layanan training mencakup:
Selain itu, adapun konsultan manajemen dan sertifikasi bebas hama untuk penilaian keberadaan hama.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.
Author : Rahmidevi Alfiani
REFERENSI
Hidayat, P., Bintoro, D., Nurulalia, L., & Basri, M. (2018). Species, host range, and identification key of whiteflies of bogor and surrounding area. Lampung University.
Kareh, C., & Nemer, N. (2023). Evaluation of Insecticides in the Management of Whiteflies (Bemisia tabaci Gennadius) and their Impacts on Yield of Eggplants.
Macharia, J., Titley, M., Aloyce, A., & Samali, S. (2016). Integrated Pest Management (IPM) practices for whitefly in tomato, pepper, chili and eggplant crops in Africa (No. WorldVeg Publication 16-805).
Martin, J. H., Mifsud, D., & Rapisarda, C. (2000). The whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of Europe and the Mediterranean basin. Bulletin of entomological research, 90(5), 407-448.
Saurabh, S., Mishra, M., Rai, P., Pandey, R., Singh, J., Khare, A., ... & Singh, P. K. (2021). Tiny flies: a mighty pest that threatens agricultural productivity—a case for next-generation control strategies of whiteflies. Insects, 12(7), 585.