Kalajengking adalah anggota dari kelas Arachnida yang termasuk ke dalam ordo Scorpiones dan dtemukan di berbagai habitat di seluruh dunia, termasuk di daerah tropis dan sub-tropis.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam spesies kalajengking, dengan keberadaan yang tersebar di berbagai habitat seperti hutan tropis, perkebunan, dan bahkan di pemukiman manusia.
Informasi spesifik mengenai kenaikan jumlah populasi kalajengking di berbagai negara cenderung bervariasi. Secara umum, tidak ada laporan global yang konsisten mengenai peningkatan drastis populasi kalajengking secara luas di seluruh dunia. Namun, beberapa wilayah atau negara tertentu mengalami peningkatan lokal dalam populasi kalajengking karena perubahan lingkungan, seperti di negara Iran.
Keberadaan kalajengking di pemukiman merupakan ancaman yang serius karena beberapa spesies memiliki bisa yang sangat beracun di ekornya.
Gejala atau efek samping yang serius akibat gigitan kalajengking disebut dengan Scorpiosm adn pada beberapa wilayah di dunia, scorpionism merupakan penyebab utama kematian manusia yang disebabkan oleh sengatan hewan beracun, menunjukkan pentingnya pemahaman dan penanganan yang tepat terhadap sengatan kalajengking.
Habitat, Morfologi, dan Siklus Hidup Kalajengking
(a) Androctonus crassicauda Dorsal view. (b) Androctonus crassicauda Ventral view (Photos by S. Sanchez) (Stockmann, 2015)
Kalajengking ditemukan di berbagai habitat di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis. Mereka cenderung hidup di bawah batu, kayu busuk, atau di celah-celah tanah untuk mencari perlindungan. Meskipun demikian, beberapa spesies dapat menghuni lingkungan yang sangat beragam, termasuk gurun yang panas dan kering, hutan lebat, pegunungan yang dingin, atau bahkan di dalam gua yang gelap.
Kemampuan adaptasi kalajengking terhadap berbagai kondisi lingkungan ini menunjukkan keberhasilan mereka dalam menyesuaikan diri dengan beragam ekosistem di seluruh dunia.
Secara umum, kalajengking memiliki tubuh yang terbagi menjadi dua segmen utama, yaitu cephalotorax dan abdomen. Mereka memiliki dua pasang mata di atas kepala dan sejumlah kaki (delapan kaki), serta dua kelompok organ penggigit di rahang bawah. Ekor kalajengking panjang dan ramping, biasanya berbentuk memanjang dengan struktur segmen yang nyata. Di ujung ekor terdapat sengat beracun yang disebut telson.
Perbedaan antara jantan dan betina pada kalajengking tidak terlalu mencolok secara visual. Namun, pada beberapa spesies, betina cenderung lebih besar dari jantan, terutama saat sedang mengandung atau setelah bertelur. Jantan biasanya memiliki pedipalp yang lebih panjang dan ramping dibandingkan dengan betina.
Kalajengking adalah hewan karnivora dan biasanya memakan serangga, laba-laba, atau hewan-hewan kecil lainnya. Mereka menggunakan kaki mereka untuk menangkap dan menggigit mangsanya, kemudian mencerna mereka menggunakan cairan pencernaan yang disekresikan.
Kalajengking mengalami siklus hidup yang melibatkan beberapa tahapan penting. Pertama, setelah kawin, betina memasukkan telur ke dalam rahimnya untuk berkembang. Selama periode ini, betina akan memelihara telur di dalam brood chamber atau kantung ovarium dan melindunginya dari lingkungan eksternal yang berbahaya.
Setelah masa inkubasi, betina mengeluarkan atau melahirkan kalajengking muda yang sudah berkembang. Jumlah anak yang lahir bervariasi tergantung pada spesiesnya, namun biasanya berjumlah puluhan hingga ratusan.
Kalajengking muda yang baru lahir disebut nimfa atau instar. Mereka mirip dengan dewasa tetapi lebih kecil dan belum sepenuhnya matang. Selama tahap nimfa, mereka akan mengalami beberapa kali molting atau pergantian kulit.
Molting pada kalajengking memiliki beberapa fungsi penting dalam siklus hidup mereka. Pertama, molting memungkinkan kalajengking untuk tumbuh lebih besar dengan melepaskan kulit lama yang sempit dan menggantinya dengan yang lebih besar dan lebih longgar. Selain itu, proses molting juga berperan dalam memperbaiki kerusakan atau luka pada kulit lama, memastikan kalajengking tetap sehat dan berfungsi dengan baik. Beberapa spesies kalajengking bahkan dapat meregenerasi bagian tubuh yang hilang, seperti kaki atau ekor, selama molting. Selain itu, kalajengking dapat memanfaatkan molting untuk mengubah warna atau pola pada kulit baru mereka, membantu mereka untuk menyamar atau beradaptasi dengan lingkungan baru secara efektif.
Proses molting pada kalajengking dimulai dengan pelepasan enzim yang melemahkan kulit luar mereka, diikuti dengan pembentukan kulit baru yang lebih besar di bawahnya. Setelah kulit lama dilepaskan, kalajengking baru akan memperoleh kulit yang baru dan lebih besar dalam beberapa hari atau minggu berikutnya
Umur kalajenging bervariasi tergantung pada spesiesnya dan faktor lingkungan, dengan beberapa spesies dapat hidup beberapa tahun sementara yang lain hanya beberapa bulan.
Sengatan Kalajengking
Kalajengking menggunakan sengatan sebagai bentuk pertahanan diri. Ketika merasa terancam, mereka merespons dengan sengatan untuk mengusir predator atau ancaman potensial.
Beberapa spesies kalajengking juga menggunakan sengatan untuk menangkap mangsa. Racun yang diinjeksikan melalui sengatan membantu mereka menghentikan atau menghancurkan mangsa.
Selain itu, pada beberapa spesies, sengatan dapat digunakan dalam ritual kawin untuk mengendalikan atau mempertahankan.
Sengatan juga bisa digunakan untuk mempertahankan wilayah dari kalajengking atau hewan lain yang mengganggu.
Sengatan beracun kalajengking dapat menjadi berbahaya bagi manusia karena mengandung racun yang memengaruhi sistem saraf atau organ tubuh lainnya. Racun ini dapat menyebabkan reaksi yang bervariasi tergantung pada spesies kalajengking dan sensitivitas individu, mulai dari rasa sakit yang intens, pembengkakan, mual, hingga reaksi alergi yang parah.
Beberapa spesies kalajengking memiliki racun yang cukup kuat untuk menyebabkan reaksi neurotoksik yang mempengaruhi sistem saraf, menyebabkan kesulitan bernapas, kelemahan otot, atau bahkan kerusakan jantung pada kasus yang ekstrem. Selain itu, racun dari kalajengking tertentu juga menghasilkan hemotoxin yang dapat mempengaruhi koagulasi darah atau menyebabkan nekrosis jaringan di sekitar area sengatan.
Oleh karena itu, sengatan kalajengking, meskipun kebanyakan tidak mematikan bagi manusia dewasa yang sehat, tetaplah menjadi ancaman yang serius yang memerlukan perhatian medis segera. Pengobatan biasanya melibatkan mengurangi efek racun, meredakan rasa sakit, dan memantau kondisi pasien untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian
Pengobatan untuk sengatan beracun kalajengking sangat bergantung pada jenis racun yang dimiliki kalajengking dan respons individu terhadap sengatan tersebut.
Langkah awal dalam pengobatan adalah mengurangi efek racun yang masuk ke dalam tubuh dengan mencuci area sengatan menggunakan air bersih. Selain itu, dapat digunakan analgesik atau obat penghilang rasa sakit dengan dosis yang dianjurkan untuk meredakan rasa sakit yang timbul akibat sengatan.
Dalam kasus yang parah, seperti sengatan dari kalajengking dengan racun yang kuat, diperlukan pemberian antidot atau antivenom. Antidote ini berperan dalam melawan racun yang masuk ke dalam tubuh dan membantu mengurangi efek toksiknya. Namun, tidak semua spesies kalajengking memiliki antidot yang tersedia secara komersial, sehingga pengobatan harus disesuaikan dengan jenis racun dan kondisi pasien.
Antivenom yang ada di pasaran biasanya ditujukan untuk spesies tertentu, seperti kalajengking tertentu di Amerika Latin atau spesies tertentu di Asia atau Afrika, seperti antivenom untuk spesies Tityus serrulatus dan spesies dalam genus Centruroides.
Penting juga untuk terus memantau kondisi pasien setelah sengatan untuk mendeteksi perkembangan gejala atau kemungkinan komplikasi lebih lanjut, sehingga tindak lanjut medis dapat diberikan sesuai kebutuhan.
Pencegahan
Pencegahan infestasi kalajengking di lingkungan perkotaan atau perumahan melibatkan serangkaian langkah proaktif.
Menjaga kebersihan lingkungan merupakan langkah awal yang sangat penting untuk mencegah kalajengking masuk ke dalam rumah atau bangunan.
Dapat dilakukan dengan membersihkan dan merapikan area di sekitar rumah, seperti menyingkirkan tumpukan kayu, batu-batuan, dan material bangunan yang tidak terpakai. Selain itu, semua celah atau retakan di dinding, lantai, sekitar jendela, atau pintu harus ditambal atau ditutup untuk mencegah masuknya kalajengking melalui celah-celah kecil.
Merapikan vegetasi di sekitar rumah dengan memangkas semak-semak dan rumput secara teratur juga membantu mengurangi tempat persembunyian kalajengking.
Menggunakan jaring penghalang atau mesh halus di ventilasi dan lubang-lubang ventilasi juga dapat mencegah masuknya kalajengking ke dalam rumah.
Terakhir, menggunakan lampu penerangan yang tidak menarik serangga di sekitar rumah dapat membantu mengurangi populasi serangga, yang merupakan makanan potensial bagi kalajengking.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara konsisten, risiko infestasi kalajengking di lingkungan urban dapat diminimalkan secara signifikan.
Pengendalian
Pengendalian infestasi kalajengking di area perkotaan melibatkan berbagai strategi yang terpadu.
Pengendalian yang efektif dan efesien biasanya melibatkan penggunaan senyawa kimia seperti insektisida
Secara teknis, untukmengendalikan kalajengking, sebaiknya menggunakan pestisida yang dirancang khusus untuk arachnida atau lebih umum disebut sebagai "arachnicide". Meskipun demikian, istilah "insektisida" sering digunakan secara umum untuk merujuk pada pestisida yang diguankan untuk mengendalikan serangga dan arachnida, termasuk kalajengking.
Penggunaan insektisida yang disetujui dapat efektif dalam mengurangi populasi kalajengking, tetapi harus dilakukan dengan mematuhi petunjuk label dan oleh profesional yang terlatih untuk meminimalkan risiko kepada manusia dan hewan peliharaan.
Ada beberapa senyawa insektisida khusus yang dapat digunakan untuk mengatasi infestasi kalajengking di lingkungan perkotaan.
Piretroid seperti deltametrin, cypermethrin, dan permethrin efektif dalam mengendalikan kalajengking serta memiliki efek cepat terhadap serangga lain. Organofosfat seperti malathion dan diazinon bekerja dengan mengganggu sistem saraf kalajengking dan serangga lainnya. Karbofuran merupakan insektisida sistematik yang meracuni kalajengking melalui sistemik. Imidakloprid, seorang neonicotinoid, menghambat sistem saraf serangga termasuk kalajengking. Fipronil, yang merupakan insektisida kontak dan racun lambat, efektif dalam mengendalikan kalajengking melalui kontak dan ingestif.
Dalam kasus infestasi yang parah, harus dilakukan konsultasik dengan profesional pengendalian hama yang dapat memberikan solusi spesifik dan efektif.
Edukasi masyarakat setempat juga sangat penting karena dengan mengetahui langkah-langkah pencegahan dan tanda-tanda keberadaan kalajengking, masyarakat dapat membantu dalam mencegah penyebaran infestasi yang lebih luas di lingkungan mereka. Dengan pendekatan yang terpadu seperti ini, dapat diharapkan pengendalian yang efektif dan berkelanjutan terhadap infestasi kalajengking di perkotaan.
Demikian informasi terkait kalajengking dan strategi pengendaliannya. Semoga bermanfaat, ya!
Apabila sedang mencari perusahaan pengendalian hama berlisensi, Ahli Hama dapat dipilih sebagai lembaga independen terpercaya.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.
Author : Rahmidevi Alfiani
REFERENSI
Du Plessis, L. H., Elgar, D., & Du Plessis, J. L. (2008). Southern African scorpion toxins: an overview. Toxicon, 51(1), 1-9.
Firoozfar, F., Saghafipour, A., & Jesri, N. (2019). Scorpions and their human mortality report in Iran: a review article. Iranian journal of public health, 48(12), 2140.
Ramires, E. N., Navarro-Silva, M. A., & de Assis Marques, F. (2011). Chemical control of spiders and scorpions in urban areas. IntechOpen.
Scherer, C. W., Koehler, P. G., Short, D. E., & Buss, E. A. (2000). Landscape Integrated Pest Management. University of Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agriculture Sciences, EDIS.
Stockmann, R. (2015). Introduction to scorpion biology and ecology. Scorpion venoms, 25-59.