Deltamethrin,(S)-alpha-cyano-3-phenoxybenzyl-(1R)-cis-3-(2,2-dibromovinyl)-2,2-dimethylcyclopropane carboxylate, atau secara singkat dikenal sebagai Deltamethrin adalah sejenis piretroid sintetis tipe II yang digunakan sebagai insektisida dan akarisida di seluruh dunia (Gambar 1). Penggunaan yang meluas ini sebagian besar disebabkan oleh keunggulan piretroid sintetis dibandingkan dengan pyrethrins alami, yang rentan terhadap kerusakan akibat paparan cahaya. Untuk membuat pyrethrins lebih stabil terhadap cahaya, struktur ester karboksilat siklopropana dasar dari pyrethrins dimodifikasi sehingga menghasilkan pembentukan piretroid sintetis. Penambahan gugus cyano ke struktur dasar akan meningkatkan aktivitas insektisidanya. Berdasarkan perbedaan struktural tersebut, piretroid dikategorikan menjadi dua tipe, yaitu piretroid tipe I tanpa gugus alfa cyano dan piretroid tipe II yang memiliki gugus cyano pada atom karbon benzylik. Piretroid Tipe II adalah insektisida yang lebih kuat karena adanya gugus cyano dalam struktur mereka (Gambar 2) (Kalwasińska et al.. 2011 ; Lu, Q et al., 2019).
Deltamethrin yang termasuk ke dalam golongan piretroid tipe II merupakan salah satu insektisida paling efektif yang diketahui dan digunakan secara luas untuk mengendalikan spektrum luas ektoparasit (seperti kutu, lalat, dan caplak) guna melindungi tanaman, buah-buahan, dan sayuran, serta mengatasi berbagai jenis parasit di industri hewan darat dan akuakultur karena memiliki daya bunuh serangga yang tinggi. Deltamethrin juga mengendalikan vektor penyakit manusia, seperti spesies nyamuk yang membawa virus Zika dan virus Dengue di negara yang rentan terhadap penyebarannya. Sejak diberlakukannya pembatasan penjualan insektisida organofosfor (OP), penggunannya meningkat signifikan dan menjadi pilihan utama di banyak negara berbasis pertanian (Ramchandra et al.,2019 ; Kalwasińska et al.. 2011 ; Lu, Q et al., 2019).
Gambar 2 Struktur Kimia Pyrethrin dan Piretroid Sintetis : (A) Pyrethrin ; (B) Type I pyrethroid tanpa grup cyano; (C) Type II pyrethroid dengan gugus cyano. Cyano grup" merujuk pada gugus sianida (CN-) dalam konteks kimia organik. Sianida adalah suatu ion atau molekul yang mengandung atom karbon (C) yang terikat pada atom nitrogen (N), dan ini dapat membentuk gugus sianida dalam molekul kimia (Ramchandra et al.,2019 ; Kalwasińska et al.. 2011 ; Lu, Q et al., 2019)..
Deltamethrin diketahui sebagai neurotoksin kontak dan sistemik. Saat serangga atau hama berinteraksi langsung dengan deltamethrin melalui kontak atau system pencernaan, zat ini memulai aksi neurotoksik, memengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan system saraf perifer hama target. Sifat sistemik yang dimaksud adalah setelah diaplikasikan, deltamethrin akan diserap oleh tanaman atau organisme target. Dengan demikian, zat ini memengaruhi sistem saraf dari dalam, memberikan kontrol yang lebih efektif terhadap hama yang mungkin tidak langsung terpapar secara langsung oleh deltamethrin. Pendekatan kombinasi neurotoksin kontak dan sistemik menjadikan deltamethrin sebagai pilihan yang kuat dalam melawan serangga dan hama yang dapat merugikan pertanian (Kalwasińska et al.. 2011).
Deltamethrin memiliki sifat sangat lipofilik yang berarti senyawa tersebut cenderung larut dalam lemak atau substansi yang bersifat non-polar, dan sulit larut dalam air atau substansi yang bersifat polar. Dalam konteks pestisida seperti deltamethrin, sifat lipofilik ini memiliki dampak pada kemampuannya untuk memasuki tubuh serangga dan acarina (tungau) melalui kutikula yang terdiri dari lapisan lilin dan protein yang bersifat hidrofobik (tak larut dalam air) Karena deltamethrin mudah larut dalam lemak, termasuk lapisan lilin kutikula, senyawa ini dapat dengan mudah menembus kutikula serangga dan acarina (Kalwasińska et al.. 2011).
Gambar 3 Mode Aksi Piretroid (Ravula & Yenugu., 2021)
Di dalam tubuh hama target, melalui pembukaan persisten saluran natrium dan hambatan inaktivasi di seluruh system saraf (pusat dan perifer), deltamethrin menyebabkan hiperstimulasi saraf pada serangga. Dampak ini mencakup kontraksi otot yang berlebihan, kejang, dan gangguan perilaku, akhirnya menyebabkan kematian serangga. Secara detail, mekanisme aksi Deltamethrin adalah sebagai berikut (Ravula & Yenugu., 2021) :
Meskipun mode aksi tersebut khusus terhadap serangga, penggunaan deltamethrin harus tetap mematuhi pedoman keamanan dan regulasi untuk meminimalkan dampak pada lingkungan dan kesehatan manusia.
Keuntungan lainnya dari penggunaan deltamethrin terletak pada sifat toksisitasnya dan kemampuannya untuk efektif dalam dosis yang sangat rendah. Dengan efisiensi dosis yang tinggi, deltamethrin mampu memberikan kontrol hama yang efektif bahkan dengan penggunaan bahan aktif yang minimal, mengurangi paparan lingkungan dan risiko residu pada tanaman. Kemampuannya memberikan efek toksis terhadap hama target tanpa memerlukan jumlah besar bahan aktif juga membantu mengurangi dampak terhadap organisme non-target dan lingkungan secara keseluruhan. Selain itu, setengah hidup relatif singkat deltamethrin dalam air, berkisar antara 2 hingga 4 jam, dapat membantu mengurangi tingkat residu di lingkungan air, mengurangi dampak jangka panjang (Kalwasińska et al.. 2011)..
Meskipun deltamethrin memiliki beberapa keuntungan, seperti efisiensi dosis yang tinggi dan kemampuan mengendalikan hama dalam dosis rendah, tetapi penggunaannya juga memiliki beberapa kelemahan (Rehman et al., 2014 ; Zhang et al., 2020 ; Yadav et al., 2023).
Dampak pada Organisme Non-Target: Deltamethrin bersifat toksik dan dapat memiliki dampak negatif pada organisme non-target, termasuk serangga yang tidak menjadi target pengendalian. Ini dapat mengganggu ekosistem lokal dan mengurangi keragaman hayati.
Resistensi Hama: Penggunaan deltamethrin yang berlebihan atau tidak tepat dapat menyebabkan perkembangan resistensi pada populasi hama tertentu. Hama yang terpapar berulang kali dapat mengembangkan ketahanan terhadap deltamethrin, membuatnya kurang efektif dalam jangka panjang.
Dampak pada Organisme Akuatik : Meskipun setengah hidup deltamethrin dalam air relatif singkat, zat ini tetap dapat memiliki dampak negatif pada organisme akuatik seperti ikan dan artropoda air. Pemantauan dan manajemen yang cermat diperlukan untuk melindungi lingkungan akuatik.
Potensi Akumulasi di Tanaman: Dalam beberapa kasus, terutama pada tanaman yang sering diobati dengan deltamethrin, terdapat potensi akumulasi residu deltamethrin dalam bagian tanaman yang dapat dikonsumsi manusia. Ini menimbulkan keprihatinan terkait dengan keamanan pangan.
Pengaruh terhadap Lebah : Deltamethrin dapat memiliki dampak negatif pada lebah, yang merupakan penyerbuk penting bagi banyak tanaman berbunga.
Untuk mengatasi dampak negatif dari penggunaan deltamethrin dan meminimalkan risiko terhadap lingkungan dan organisme non-target, dapat dilakukan beberapa upaya (EPA, 2020):
Penggunaan yang Bijaksana : Penggunaan deltamethrin harus sesuai dengan panduan dan dosis yang direkomendasikan oleh otoritas pengatur dan badan keamanan lingkungan. Penerapannya juga harus dilakukan pada waktu yang tepat, misalnya pada waktu tertentu ketika serangga penyerbuk seperti lebah tidak aktif.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) : Pengimplementasian strategi pengendalian hama terpadu yang mencakup pendekatan yang holistik, termasuk menggunakan alternatif lain seperti pestisida biologis dan predator alami untuk mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia. Selain itu, dapat dilakukan strategi rotasi jenis pestisida kimia yang digunakan untuk mengurangi risiko perkembangan resistensi hama pada deltametrin.
Pemantauan dan Penelitian : Pemantauan terhadap efek deltamethrin pada populasi hama dan organisme non-target, serta kondisi lingkungan harus dilakukans ecara teratur. Penelitian ilmiah masih harus dilakukan untuk mencari alternatif lain dan metode untuk menguraikan atau dekomposi cemaran deltamethrin di lingkungan. Selain itu, penelitian mengenai pengembangan varietas tanaman yang lebih toleran terhadap hama tertentu berpotensi besar untuk dilakukan sehingga penggunaan pestisida dapat dikurangi.
Pencerdasan Petani dan Masyarakat : Sosialisasi praktik-praktik penggunaan pestisida yang aman kepada petani dan pengguna lainnya harus dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam penggunaan. Selain itu, pelatihan tentang cara mengenali tanda-tanda resistensi hama dan praktik-praktik manajemen yang efektif juga penting dilakukan.
Kolaborasi dan Keterlibatan Pihak Terkait : Kolaborasi dengan pihak terkait, termasuk petani, peneliti, pemerintah, dan kelompok lingkungan yang bertujuan untuk mengembangkan solusi bersama dan mendukung penerapan praktik yang berkelanjutan dan meminimalkan dampak negatifnya.
Dalam upaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan pertanian dan perlindungan lingkungan, kerjasama lintas sektor menjadi kunci untuk mencapai solusi yang efektif dan berkelanjutan dalam penggunaan deltamethrin. Dengan melibatkan para ahli, praktisi lapangan, dan pengambil kebijakan, harapannya adalah dapat mengembangkan praktik pertanian yang lebih bijaksana dan ramah lingkungan. Kolaborasi ini memungkinkan peningkatan pemahaman terhadap dampak deltamethrin serta memacu penelitian inovatif untuk alternatif pengendalian hama yang lebih aman. Melalui upaya bersama ini, dapat diciptakan lingkungan yang sehat, menjaga keberlanjutan ekosistem, dan memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan manusia.
REFERENSI
EPA. (2020). Deltamethrin : Interim Registration Review Decision Case Number 7414. United States : EPA.
Kalwasińska, A., Kęsy, J., Wilk, I., & Donderski, W. (2011). Neustonic versus epiphytic bacteria of eutrophic lake and their biodegradation ability on deltamethrin. Biodegradation, 22, 699-707.
Lu, Q., Sun, Y., Ares, I., Anadón, A., Martínez, M., Martínez-Larrañaga, M. R. & Martínez, M. A. (2019). Deltamethrin toxicity: A review of oxidative stress and metabolism. Environmental research, 170, 260-281.
Ramchandra, A. M., Chacko, B., & Victor, P. J. (2019). Pyrethroid poisoning. Indian journal of critical care medicine: peer-reviewed, official publication of Indian Society of Critical Care Medicine, 23(Suppl 4), S267.
Ravula, A. R., & Yenugu, S. (2021). Pyrethroid based pesticides–chemical and biological aspects. Critical Reviews in Toxicology, 51(2), 117-140.
Rehman, H., Aziz, A. T., Saggu, S. H. A. L. I. N. I., Abbas, Z. K., Mohan, A. N. A. N. D., & Ansari, A. A. (2014). Systematic review on pyrethroid toxicity with special reference to deltamethrin. Journal of entomology and zoology studies, 2(6), 60-70.
Yadav, R., Shinde, N. G., Patil, K. T., Kote, A., & Kadam, P. (2023). Deltamethrin Toxicity: Impacts on Non-Target Organisms and the Environment. Environment and Ecology, 41(3D), 2039-2043.
Zhang, Z. Y., Li, Z., Huang, Q., Zhang, X. W., Ke, L., Yan, W. Y., ... & Zeng, Z. J. (2020). Deltamethrin impairs honeybees (Apis mellifera) dancing communication. Archives of environmental contamination and toxicology, 78, 117-123.