Dampak Perubahan Iklim Terhadap Distribusi dan Aktivitas Nyamuk

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Distribusi dan Aktivitas Nyamuk
05
Senin, 5 Agustus 2024

Perubahan iklim merupakan suatu fenomena global yang sebetulnya sudah terjadi sepanjang sejarah bumi, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alami seperti aktivitas vulkanik dan variasi orbit bumi. Namun, perubahan iklim yang terjadi saat ini sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia yang terjadi sejak era revolusi industri pada pertengahan abad 18 hingga 19.

Aktivitas manusia yang meliputi pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan meningkatnya aktivitas pertanian hingga peternakan, telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap peningkatan suhu rata-rata bumi, perubahan pola curah hujan, peningkatan intensitas cuaca ekstrem, dan kenaikan permukaan air laut.

Perubahan iklim juga telah memengaruhi kesehatan manusia karena berkontribusi dalam memengaruhi peningkatan distribusi dan aktivitas vektor pembawa penyakit, seperti nyamuk, yang selama ini dikenal berperan besar dalam penyebaran beberapa penyakit mematikan seperti malaria, demam berdarah dengue, dan zika.

Meskipun dampak kesehatan yang disebabkan oleh nyamuk sudah terasa signifikan sejak lama, berbagai penelitian terbaru sudah membuktikan bahwa perubahan iklim telah memperburuk situasi melalui perubahan dalam distribusi geografis dan pola musiman nyamuk.

Hal tersebut dapat terjadi karena peningkatan suhu rata-rata bumi menyebabkan daerah yang sebelumnya terlalu dingin dan tidak cocok untuk tempat berkembang biak nyamuk menjadi lebih hangat. Misalnya, nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang biasanya ditemukan di daerah tropis dan subtropis, kini telah ditemukan di wilayah yang lebih tinggi dan lebih dingin seperti di pegunungan Andes dan dataran tinggi Ethiopia.  Selain itu, di wilayah Amerika perubahan iklim juga telah memungkinkan nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Culex pipiens untuk memperluas distribusi mereka ke wilayah utara, seperti Texas dan Florida, bahkan ke wilayah yang terkenal lebih dingin seperti New York dan New Jersey yang beberapa tahun terakhir telah melaporkan terjadinya kasus dengue dan filariasis.

Suhu yang lebih hangat akan memperpanjang periode aktif nyamuk dengan mengurangi efek musim dingin dan memperpanjang musim panas. Selama musim dingin, nyamuk biasanya akan memasuki keadaan hibernasi atau dormansi agar tetap bertahan hidup. Dengan suhu yang lebih hangat akibat perubahan iklim, musim dingin menjadi kurang ekstrem. Es atau salju yang biasanya menutupi genangan air atau habitat nyamuk lebih jarang ditemukan sehingga bisa meningkatkan peluang nyamuk untuk bertahan hidup. 

Selain itu, suhu yang lebih hangat juga dapat mempercepat metabolisme nyamuk dan mempersingkat durasi yang diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Proses ini mengakibatkan nyamuk menjadi lebih sering bereproduksi sehingga dapat  mengakibatkan lonjakan populasi.

Perubahan  pola curah hujan juga berdampak signifikan pada persebaran nyamuk karena peningkatan curah hujan akan menciptakan lebih banyak genangan air yang bisa digunakan sebagai media nyamuk untuk bereproduksi. 

Seiring dengan perubahan iklim yang terjadi, nyamuk telah menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa. Mereka dapat menyesuaikan perilaku sehari-hari, termasuk waktu makan dan siklus reproduksi. Misalnya, nyamuk bisa menyesuaikan waktu mereka untuk menggigit manusia ke malam hari atau pagi hari sesuai dengan perubahan suhu dan kelembaban. Selain itu, mereka dapat mengubah preferensi mereka terhadap habitat berkembang biak, menggunakan genangan air yang sebelumnya tidak digunakan atau memilih tempat bertelur yang baru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa spesies Aedes aegypti, yang sebelumnya lebih memilih air bersih untuk bertelur, kini bisa ditemukan ditempat yang lebih kotor. Kemampuan adaptasi seperti itu memungkinkan mereka untuk terus bertahan dan berkembang dalam kondisi lingkungan yang sangat dinamis.

Upaya Mitigasi

Walaupun dampak perubahan iklim terhadap peningkatan distribusi dan aktiivtas nyamuk tidak dapat dihindari, telah banyak pengembangan dan penelitian yang dilakukan mengenai upaya mitigasi dan adaptasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit.

Salah satu strategi efektif untuk mengurangi populasi nyamuk adalah dengan mengelola lingkungan tempat mereka berkembang biak, termasuk menghindari terbentuknya genangan air di sekitar rumah dan area publik, menghindari penumpukan sampah di lingkungan, serta mengaplikasikan larvasida di tempat-tempat yang sulit dikeringkan untuk menghindari pertumbuhan larva nyamuk.

Melakukan pengawasan dan survei jumlah populasi nyamuk dewasa di lingkungan tempat tinggal dapat dilakukan untuk mengetahui seberapa parah tingkat infestasi nyamuk. Untuk mengatasi infestasi yang parah, dapat dilakukan konsultasi dengan ahli dan konsultan pengendalian hama atau untuk mengetahui pengendalian hama yang paling efektif dan efektif, serta menghindari potensi resistensi nyamuk terhadap suatu produk pestisida akibat metode pengendalian dan penggunaan dosis yang tidak tepat. 

Selain itu, telah dilakukan banyak penelitian mengenai inovasi teknologi untuk pengendalian nyamuk dan penyakit  yang mereka bawa. Beberapa contohnya adalah menggunakan teknik serangga mandul (Sterile Insect Technique) untuk mengurangi populasi nyamuk dengan melepaskan nyamuk jantan steril yang tidak dapat menghasilkan keturunan, mengembangkan perangkap nyamuk yang lebih efektif dan pintar yang dapat menarik dan membunuh nyamuk dengan lebih efisien, serta mengembangkan vaksin dan obat baru untuk penyakit yang ditularkan, seperti dengue dan malaria.

Penting untuk meningkatkan kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang dampak perubahan iklim terhadap peningkatan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Dengan memberikan informasi yang jelas dan edukatif, masyarakat dapat memahami dan berkontribusi untuk mengurangi dampak perubahan iklim, seperti mengurangi jejak karbon pribadi dan mendukung praktik ramah lingkungan. Selain itu, penerapan kebijakan dan regulasi yang mendukung upaya mitigasi dan adaptasi sangat krusial, meliputi insentif untuk penggunaan energi terbarukan, pembatasan emisi industri, serta regulasi yang mempromosikan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. 

Demikian informasi terkait dampak perubahan iklim terhadap distribusi dan aktivitas nyamuk. Semoga bermanfaat, ya!

Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi kami melalui +62 821-1825-0931.

Author: Rahmidevi Alfiani

REFERENSI

Chandra, G., & Mukherjee, D. (2022). Effect of climate change on mosquito population and changing pattern of some diseases transmitted by them. In Advances in Animal Experimentation and Modeling (pp. 455-460). Academic Press.

Hongoh, V., Berrang-Ford, L., Scott, M. E., & Lindsay, L. R. (2012). Expanding geographical distribution of the mosquito, Culex pipiens, in Canada under climate change. Applied Geography33, 53-62.

Reiter, P. (2001). Climate change and mosquito-borne disease. Environmental health perspectives109(suppl 1), 141-161.

Samy, A. M., Elaagip, A. H., Kenawy, M. A., Ayres, C. F., Peterson, A. T., & Soliman, D. E. (2016). Climate change influences on the global potential distribution of the mosquito Culex quinquefasciatus, vector of West Nile virus and lymphatic filariasis. PloS one11(10), e0163863.

Shope, R. (1991). Global climate change and infectious diseases. Environmental health perspectives96, 171-174.

KONSULTASI DENGAN AHLI HAMA