Ancaman Nyamuk Anopheles sp. Penyebab Penyakit Malaria terhadap Wisatawan

Ancaman Nyamuk Anopheles sp. Penyebab Penyakit Malaria terhadap Wisatawan
14
Rabu, 14 Agustus 2024

Malaria, penyakit berbahaya yang umum di daerah tropis dan subtropis, menimbulkan risiko signifikan bagi wisatawan internasional. Setiap tahun, lebih dari 125 juta orang mengunjungi negara-negara dengan penularan malaria, dan lebih dari 10.000 kasus malaria dilaporkan terjadi setelah mereka pulang.

Wisatawan dari negara bebas malaria dan migran yang kembali ke negara asal menghadapi risiko tinggi terkena malaria karena kurangnya kekebalan dan kemungkinan kesulitan dalam mendapatkan perawatan medis yang tepat.

Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium. Malaria pada manusia disebabkan oleh lima spesies Plasmodium yang berbeda: P. falciparum, P. malariae, P. ovale, P. vivax dan P. knowlesi. Dari jumlah tersebut, P. falciparum dan P. vivax adalah yang paling umum, dan P. falciparum adalah yang paling berbahaya, dengan tingkat komplikasi dan kematian tertinggi.

Artikel ini akan membahas mengenai nyamuk Anopheles sp. penyebab malaria, yang kaitannya dengan kesehatan wisatawan. Yuk simak uraian di bawah ini.

Mengenal Lebih Dekat dengan Nyamuk Anopheles sp.

Nyamuk Anopheles dewasa memiliki tubuh yang cenderung ramping dengan 3 bagian: kepala, dada, dan perut.

Di bagian kepala terdapat sepasang mata, probosis, sepasang palp sensorik, dan sepasang antena panjang.

Antena digunakan nyamuk untuk mendeteksi keberadaan inang dan memilih tempat berkembang biak dimana betina bertelur. Sedangkan, probosis yang memanjang dan menonjol ke depan digunakan untuk makan.

Di bagian dada terdapat tiga pasang kaki dan sepasang sayap.

Bagian perut dari nyamuk dikhususkan untuk pencernaan makanan dan perkembangan telur (untuk individu betina). Perut akan melebar ketika seekor betina menghisap darah. Darah yang dicerna seiring waktu berfungsi sebagai sumber protein untuk produksi telur.

Nyamuk Anopheles dapat dibedakan dari nyamuk lain melalui organ palp mereka (alat indera dekat bagian mulut), yang panjangnya sama dengan probosis. Selain itu, mereka memiliki blok sisik hitam dan putih pada sayapnya.

Anopheles dewasa juga dapat dikenali dari posisi istirahatnya yang khas. Individu jantan dan betina beristirahat dengan perut terangkat ke udara, bukan sejajar dengan permukaan tempat mereka beristirahat.

Seperti semua nyamuk, anopheline melewati dua fase. Pertama fase akuatik dan berlangsung 5-14 hari tergantung pada spesies dan suhu lingkungan, dan terdiri dari tahap telur, larva, dan pupa. Kedua adalah fase aerial sebagai serangga dewasa.

Betina dewasa dapat hidup hingga satu bulan lebih (di laboratorium) tetapi mayoritas hidup 2 minggu atau kurang (di alam). Pada tahap dewasa ini, nyamuk Anopheles betina berperan sebagai vektor malaria.

Salah satu faktor penting dalam penularan malaria adalah seberapa besar kecenderungan spesies Anopheles untuk menggigit manusia dibandingkan hewan, seperti sapi.

Nyamuk Anopheles menggigit manusia umumnya pada malam hari baik di dalam ruangan (endofagik) maupun di luar ruangan (eksofagik). Setelah menghisap darah, nyamuk Anopheles lebih suka beristirahat di dalam rumah, namun ada juga yang beristirahat di luar ruangan, seperti lubang, kandang hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang lebat.

Nyamuk Anopheles sp. di Indonesia

Berdasarkan studi literatur, terdapat 29 spesies Anopheles yang ditemukan di Indonesia antara tahun 1919 dan 2010. Data tersebut menunjukkan adanya 20 spesies Anopheles yang dipastikan sebagai vektor malaria.

Dua belas spesies terdapat di bagian barat Indonesia dan 13 spesies di wilayah timur Indonesia dengan beberapa spesies tumpang tindih di kedua wilayah tersebut. Anopheles balabacensis, Anopheles flavirostris, Anopheles nigerrimus, Anopheles subpictus dan Anopheles sundaicus dilaporkan sebagai vektor alami di kedua wilayah tersebut.

Distribusi vektor malaria di pulau-pulau utama di Indonesia tidak seragam, dimana Pulau Jawa dan Sulawesi tampaknya memiliki jumlah vektor malaria yang dilaporkan terbanyak (delapan spesies), diikuti oleh Sumatera (enam spesies), Papua (lima spesies) dan Kepulauan sunda kecil (lima spesies). Hanya dua spesies yang terkonfirmasi sebagai vektor malaria di Kalimantan.

Anopheles subpictus adalah spesies yang paling luas penyebarannya di Indonesia, ditemukan mulai dari Sumatera hingga Papua. Namun, lebih sering ditemukan di Pulau Jawa.

Anopheles subpictus dideskripsikan terdiri dari empat spesies bersaudara, yaitu spesies A, B, C dan D. Habitat dari spesies ini adalah air tawar dan perairan payau pesisir.

Anopheles subpictus adalah nyamuk yang menggigit manusia dan biasanya aktif mencari makan di luar ruangan, terutama pada paruh kedua malam. Meskipun sering ditemukan beristirahat di dalam ruangan, seperti pada kelambu dan permukaan dinding, di Sumatera bagian barat spesies ini juga beristirahat di luar ruangan, seperti di semak-semak dan bawah pohon.

Spesies lainnya, yakni Anopheles sundaicus merupakan salah satu vektor malaria terpenting di Indonesia. Mereka paling banyak ditemukan di Sumatera (81 lokasi) dan Jawa (67 lokasi), yang mana sering ditemukan di wilayah pesisir.

Anopheles sundaicus memiliki tiga spesies bersaudara, yaitu spesies A, B, dan C. Spesies A ditemukan di daerah pesisir di Sumatera dan Jawa, sementara spesies B terutama ditemukan di habitat air tawar di Tapanuli Selatan, Sumatera utara (>87% sampel), dengan jumlah yang lebih sedikit di habitat air payau di Purworejo, Jawa Tengah (hanya 10% sampel). Bentuk C hanya ditemukan di lokasi pesisir di Asahan, Sumatra timur laut, di mana ketiga bentuk tersebut ditemukan bersamaan (A 48%, B 15%, C 37%).

Dampak Keberadaan Nyamuk Anopheles sp. terhadap Wisatawan

Nyamuk Anopheles, penyebar penyakit malaria, sangat berhubungan dengan wisatawan karena gigitan mereka dapat menularkan malaria kepada wisatawan yang tidak memiliki kekebalan terhadap protozoa ini.

Ketika wisatawan bepergian ke daerah dengan risiko malaria, terutama jika mereka tidak melindungi diri dari gigitan nyamuk atau tidak mematuhi regimen pencegahan, mereka berisiko tinggi terinfeksi. Wisatawan yang pergi ke daerah endemik malaria, terutama ke lokasi terpencil dengan fasilitas kesehatan terbatas, lebih rentan terkena malaria jika tidak mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat.

Wisatawan harus diberitahu bahwa melindungi diri dari gigitan nyamuk, terutama pada malam hari, adalah cara utama untuk mencegah malaria. Hal yang dapat dimanfaatkan adalah penggunaan repelan nyamuk, jaring nyamuk, obat nyamuk coil, penyemprotan, dan menggunakan pakaian yang tertutup (ketebalan material sangat penting).

Mengurangi populasi vektor juga penting dilakukan, misalnya mengendalikan nyamuk Anopheles menggunakan insektisida. Namun, penggunaan insektisida kemungkinan menimbulkan berkembangnya peristiwa resistensi yang akan menjadi masalah.

Data pengujian menunjukkan bahwa nyamuk Anopheles, seperti An. aconitus, An. barbirostris, An. kochi, dan An. sundaicus, menunjukkan resistensi terhadap empat jenis insektisida yang direkomendasikan untuk penyemprotan residu di dalam ruangan: alpha-cypermethrin, bifenthrin, deltamethrin, dan bendiocarb. Selain itu, resistensi juga ditemukan terhadap dua insektisida yang digunakan sebelum 2003, yaitu fenitrothion dan DDT, pada lima spesies Anopheles: An. aconitus, An. koliensis, An. maculatus, An. subpictus, dan An. sundaicus. Ini menunjukkan bahwa masalah resistensi insektisida merupakan tantangan dalam pengendalian malaria di Indonesia.

Nah, demikian ulasan singkat terkait ancaman nyamuk Anopheles sp. penyebab penyakit malaria. Semoga bermanfaat ya!

Author : Dherika

Referensi

Clements, A.N. (1992). The Biology of Mosquitoes: Development, Nutrition and Reproduction (Volume 1). A CAB International Publication. https://books.google.co.id/books?id=LI0hPwAACAAJ.

Clements, A.N. (1992). The Biology of Mosquitoes: Sensory reception and behaviour (Volume 2). Chapman & Hall. https://books.google.co.id/books?id=CF5FAQAAIAAJ.

Elyazar IR, Sinka ME, Gething PW, Tarmidzi SN, Surya A, Kusriastuti R, Winarno, Baird JK, Hay SI, Bangs MJ. (2013). The distribution and bionomics of anopheles malaria vector mosquitoes in Indonesia. Adv Parasitol, 83: 173-266. Doi: 10.1016/B978-0-12-407705-8.00003-3.

iNaturalist. (2024). Retrieved from https://www.inaturalist.org/taxa/146949-Anopheles (Accessed: August 11th, 2024)

WHO. (2020). International Travel and Health (Chapter 7 – Malaria). Retrieved from https://www.who.int/publications/m/item/international-travel-and-health--chapter-7---malaria (Accessed: August 10th, 2024).

KONSULTASI DENGAN AHLI HAMA